Selasa 24 Jul 2018 09:02 WIB

Inalum: Tiga Tahun Mendatang Produksi Tambang Grasberg Turun

Pihak Freeport Indonesia akan menambang bagian underground.

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Teguh Firmansyah
Penandatanganan Divestasi Saham Freeport. Menkeu Sri Mulyani (ketiga kiri) bersama CEO Freeport-McMoran Inc Richard Adkerson, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri ESDM Rini Soemarno, Menteri KLHK Siti Nurbaya, Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin (dari kiri) saat konfrensi pers usai penandatanganan perjanjian divestasi saham PT Freeport Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (12/7).
Foto: Republika/ Wihdan
Penandatanganan Divestasi Saham Freeport. Menkeu Sri Mulyani (ketiga kiri) bersama CEO Freeport-McMoran Inc Richard Adkerson, Menteri ESDM Ignasius Jonan, Menteri ESDM Rini Soemarno, Menteri KLHK Siti Nurbaya, Direktur Utama PT Inalum Budi Gunadi Sadikin (dari kiri) saat konfrensi pers usai penandatanganan perjanjian divestasi saham PT Freeport Indonesia di Kementerian Keuangan, Jakarta, Kamis (12/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Utama PT. Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Budi Gunadi Sadikin menjelaskan selama tiga tahun mendatang, paling tidak hingga 2021, produksi tambang Freeport di Grasberg akan turun.

Budi menjelaskan penurunan produksi ini disebabkan saat ini Freeport Indonesia menambah bagian open pit. Open pit yang selama 32 tahun sudah ditambang akan mulai menurun produksinya pada 2019 mendatang.

"Tahun ini dia akan habis yang open pit-nya. Akan turun produksinya," ujar Budi di DPR, Senin (23/7) malam.

Hanya saja, kata Budi, pihak Freeport Indonesia sudah meminta izin untuk menambang di bagian underground. Cadangan yang berada di underground saat ini memiliki cadangan dengan potensi 150 miliar dolar.  "Makanya mereka minta untuk ngambil underground. Nanti di 2022 akan naik dan di 2023 mendatang baru akan masuk reveneu," ujar Budi.

Baca juga, Jatah Saham Freeport untuk Pemda Papua dan Mimika tak Gratis.

Dengan potensi cadangan sebesar 150 miliar dolar ini, kata Budi, yang menjadi alasan pemerintah mengambil divestasi pada tahun ini. Artinya, kata Budi bila saat ini dilakukan, maka kedua perusahaan bisa sama sama mengembangkan proyek underground.

"Cadangan yang ada 150 miliar. Itu pake harga sekarang. Kalau kita beli 3,85 miliar, maka sampai akhir kontrak nilai cadangan itu 150 miliar dolar. Kedua, profit perusahaan ini kembali normal ada 2 miliar per tahun. Jadi, nanti dalam empat tahun ini bisa balik," ujar Budi.

photo
Pembelian saham Freeport

PT Indonesia Asahan Alumunium (Inalum), Freeport McMoran Inc, dan Rio Tinto telah melakukan penandatanganan pokok-pokok perjanjian terkait penjualan saham Freeport dan hak partisipasi Rio Tinto di PT Freeport Indonesia ke Inalum. Kepemilikan Inalum di PTFI setelah penjualan saham dan hak tersebut menjadi sebesar 51 persen dari semula 9,36 persen.

Pokok-pokok perjanjian tersebut selaras dengan kesepakatan pada 12 Januari 2018 antara Pemerintah Indonesia, Pemerintah Provinsi Papua, dan Pemerintah Kabupaten Mimika. Dalam kesempatan itu pemerintah daerah akan mendapatkan saham sebesar 10 persen dari kepemilikan saham PTFI.

Dalam perjanjian tersebut, Inalum akan mengeluarkan dana sebesar 3,85 miliar dolar AS untuk membeli hak partisipasi dari Rio Tinto di PTFI dan 100 persen saham FCX di PT Indocopper Investama yang memiliki 9,36 persen saham di PTFI. Para pihak akan menyelesaikan perjanjian jual beli ini sebelum akhir 2018.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement