Kamis 12 Jul 2018 06:51 WIB

APBN 2018 tak Berubah Dinilai Bebani Sektor Migas

Perhitungan di sektor migas tidak lagi sesuai dengan asumsi awal.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Dwi Murdaningsih
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) didampingi Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kedua kiri) menerima pandangan fraksi atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2017 dari anggota DPR fraksi PKS Refrizal (tengah) saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/7).
Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) didampingi Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo (kedua kiri) menerima pandangan fraksi atas pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2017 dari anggota DPR fraksi PKS Refrizal (tengah) saat Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (10/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi VII DPR Rofi’ Munawar menilai, rencana pemerintah tidak melakukan perubahan terhadap Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) 2018 akan menyebabkan sektor migas stagnan. Terlebih sejumlah perhitungan di sektor migas tidak lagi sesuai dengan asumsi awal dan mengalami banyak perubahan.

“Jika APBN 2018 diputuskan tetap konservatif dan tidak berubah, khawatir akan semakin membebani sektor migas secara nasional. Padahal Indonesia Crude Price (ICP) sudah di angka 70 hingga 75 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah saat ini bergerak diangka Rp 14.000. Sangat jauh dari asumsi awal,” kata Rofi' melalui siaran pers yang diterima Republika.co.id, Rabu (11/7).

Dia menilai saat ini capaian APBN 2018 di sektor migas tidak sesuai dengan realisasi khususnya pada kuartal pertama 2018. Ia menjelaskan, asumsi makro yang meleset seperti harga minyak Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) periode Juni 2018 mencapai 70, 36 dolar AS per barel, padahal rata-rata harga minyak dahulu diasumsikan pada angka 48 dolar AS per barel.

Pemerintah dan DPR Sepakati Asumsi Makro RAPBN 2019

Di sisi lain, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus terdepresiasi menembus level Rp 14.000 per dolar AS sementara asumsi di APBN sebesar Rp 13.400 per dolar AS. Selain itu, asumsi lifting minyak 800 ribu barel per hari (bph) namun realisasinya hanya 750.300 bph. Terakhir, asumsi lifting gas 1,2 juta barel setara minyak, realisasinya 1,1559 juta barel setara minyak.

Rofi juga melihat situasi ini akan semakin memberatkan bagi PT Pertamina dan PT PLN, karena secara khusus kenaikan harga minyak dan pelemahan rupiah akan menyebabkan keuangan perusahaan tersebut menjadi berat. Selain itu juga selama ini dua BUMN pelat merah itu mendapatkan tugas PSO dalam bentuk pendistribusian BBM penugasan dan subsidi listrik. Rofi melihat, besaran anggaran subsidi listrik diprediksi bakal melebihi yang sudah ditetapkan APBN.

“Harga minyak mentah di pasar internasional terus meningkat. Memang secara selintas APBN 2018 bakal diuntungkan oleh kenaikan harga minyak, karena subsidi BBM sudah diminimalkan. Namun, PT Pertamina saat ini terus menanggung dampak negatif kenaikan harga minyak, padahal tren kenaikan harga minyak diperkirakan masih berlanjut pada tahun ini," ujarnya.

Sebagaimana diberitakan, Pemerintah memutuskan tidak akan melakukan perubahan pada APBN 2018. Pemerintah menilai postur APBN 2018 dinilai cukup baik dan tidak mengalami deviasi yang besar dari sisi jumlah penerimaan negara maupun jumlah belanja negara. Sementara defisit lebih kecil dari yang direncanakan dari semula 2,19 persen menjadi 2,12 persen.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement