REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Energi UGM, Fahmi Radhi menilai kenaikan harga Pertamax dan BBM jenis non subsidi tidak akan mempengaruhi inflasi. Sebab, kenaikan yang berkisar antara Rp 600 hingga Rp 900 per liter tidak terlalu besar.
Fahmi menilai, keputusan Pertamina menaikan harga BBM non-subsidi merupakan langkah yang wajar. Sebab, saat ini harga minyak dunia sudah mencapai 70 dolar per barel. Artinya, jika Pertamina tidak menaikkan harga jual maka akan membuka peluang potential lost keuangan pertamina.
"Ini sebagai upaya untuk mengurangi potensial lost keuangan Pertamina. Harga minyak dunia terus merangkak naik," ujar Fahmi, Ahad (1/7).
Ia menilai tidak terpengaruhnya inflasi terhadap kenaikan BBM non subsidi ini selain karena kenaikan harga yang tidak signifikan, juga dikarenakan konsumen Pertamax yang tidak sebanyak konsumen Premium dan Pertalite.
"Selain kenaikan kecil 600, kenaikan harga Pertamax tidak akan berpengaruh terhadap inflasi sebab konsumen Pertamax tidak sebanyak konsumen Premium dan Pertalite," ujar Fahmi.
PT Pertamina (Persero) melakukan penyeusaian harga bahan bakar mulai hari ini, Ahad (1/7). Harga Pertamax di Jakarta per 1 Juli 2018 menjadi Rp 9.500, naik Rp 600 dari Rp 8.900.
Sementara harga Pertamax Turbo naik menjadi Rp 10.700 pada 1 Juli 2018, dari sebelumnya Rp 10.100. Harga Dexlite naik menjadi Rp 9.000 per liter, naik Rp 900 dari Rp 8.100 per liter. Selanjutnya, Pertamina Dex naik dari Rp 10 ribu menjadi Rp 10.500.