Rabu 11 Apr 2018 14:36 WIB

ADB Proyeksi Pertumbuhan Indonesia 5,3 Persen pada 2018

Pertumbuhan didorong oleh naiknya laju investasi dan konsumsi rumah tangga.

Rep: Binti Sholikah/ Red: Teguh Firmansyah
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)
Foto: Republika/Wihdan
Pertumbuhan Ekonomi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Asian Development Bank (ADB) memproyeksikan perekonomian Indonesia akan tumbuh masing-masing sebesar 5,3 persen pada 2018 dan 2019. Pertumbuhan tersebut terutama didorong oleh naiknya laju investasi dan membaiknya konsumsi rumah tangga.

Kepala Perwakilan ADB untuk Indonesia, Winfried Wicklein, mengatakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2017 diprediksi di kisaran 5,1 persen. Pertumbuhan ekonomi akan meningkat di 2018 dan 2019 menjadi 5,3 persen dengan didorong peningkatan investasi, ekspor, dan konsumsi. "Kami menemukan bahwa ada kekuatan dalam makro management. Kedua, reformasi struktural seperti pembangunan infrastruktur, dan pendidikan," kata Winfried dalam konferensi pers laporan tahunan ADB, Asian Development Outlook (ADO) 2018, di Jakarta, Rabu (11/4).

 

Menurutnya, manajemen makroekonomi Indonesia yang kuat dan reformasi struktural telah mendorong momentum investasi. Dengan berlanjutnya upaya reformasi, lanjutnya, Indonesia dapat mencapai pertumbuhan yang lebih tinggi dan lebih inklusif.

Laporan ADO menekankan, penguatan investasi telah meningkatkan mutu pertumbuhan. Pengeluaran modal yang lebih tinggi dari pemerintah membantu mengatasi kesenjangan infrastruktur.

 

Laju investasi diperkirakan akan terus meningkat dengan didorong oleh sentimen bisnis yang positif dari reformasi struktural, bersama pemercepatan sejumlah proyek strategis nasional.

Pada 2017, perekonomian lndonesia tumbuh 5,1 persen. Pertumbuhan didorong oleh naiknya pertumbuhan ekspor, menguatnya investasi, dan konsumsi rumah tangga. Pertumbuhan tersebut didukung inflasi yang rendah dan pertumbuhan lapangan kerja yang solid, termasuk kontribusi sekitar 1,5 juta pekerjaan baru dari sektor manufaktur.

Inflasi mencapai rata-rata 3,8 persen pada 2017 dan diperkirakan akan stabil tahun ini. Inflasi diperkirakan sedikit naik menjadi 4,0 persen pada 2019. "Hal itu akan mendukung kepercayaan konsumen dan membantu mempertahankan pengeluaran rumah tangga dan pendapatan riil pada tahun ini dan tahun depan," katanya.

Winfried menambahkan, ada beberapa strategi yang bisa dilakukan Indonesia untuk mendorong pertumbuhan. Antara lain fokus pada pembangunan infrastruktur, pembangunan pendidikan, reformasi ekonomi and tata kelola ekonomi.

 

Lihat juga,  Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Naik Tipis.

 

Dalam pembangunan infrastruktur, dapat difokuskan pada sektor energi, urban development seperti sanitasi, irigasi, dan transporatasi. Sebab, selama ini masih ada gap dalam pemerataan infrastruktur di Indonesia. "Pembangunan infrastruktur akan mengoneksikan pasar and pelayanan sosial. Juga, pemerintah harus fokus di reformasi struktural untuk reformasi iklim investasi," ucapnya.

Untuk era teknologi saat ini, lanjutnya, diperlukan dukungan dari pemerintah untuk melakukan riset. Seperti sektor energi, teknologi finansial (fintech), pembangunan perkotaan, dan e-commerce yang akan menjadi peluang kerja.

Laporan tersebut juga menyatakan, menguatnya perdagangan global dan harga komoditas internasional yang lebih tinggi pada 2017 membantu mengurangi defisit transaksi berjalan menjadi sebesar 1,7 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia.

 

Untuk 2018, pertumbuhan ekspor diperkirakan akan melambat, sedangkan impor masih tetap kuat, ditopang oleh permintaan barang modal. Oleh karenanya, defisit transaksi berjalan diperkirakan akan sedikit meningkat pada 2018 dan 2019.

 

Risiko eksternal

Secara eksternal, risiko terhadap proyeksi perekonomian Indonesia antara lain mencakup laju perkembangan kebijakan moneter di negara maju dan ketegangan perdagangan internasional. Dari sisi domestik, perekonomian Indonesia berpotensi menghadapi kekurangan pendapatan dan terlambatnya pengeluaran.

ADO menyebutkan, upaya reformasi struktural di Indonesia dapat membawa pertumbuhan yang lebih inklusif. Yang menjadi prioritas dari upaya tersebut di antaranya investasi infrastruktur, pengembangan pendidikan dan keterampilan, serta reformasi iklim investasi.

Di sisi lain, ADO menjelaskan pengaruh teknologi terhadap peluang pekerjaan di Asia. Laporan mengungkap, meskipun sejumlah pekerjaan di kawasan Asia akan hilang akibat otomasi, teknologi baru juga akan membantu menciptakan pekerjaan.

 

"Tantangan utama bagi pemerintah dan dunia usaha di Indonesia adalah memanfaatkan peluang sembari memitigasi risiko dari teknologi baru," ujar Wicklein.

Untuk itu, lanjutnya, saat ini ADB tengah mendukung pemerintah menghadapi tantangan tersebut. Antaral lain dengan melakukan kajian tentang dampak teknologi disruptif terhadap makroekonomi dan sektor-sektor tertentu seperti manufaktur, keuangan, energi, e-commerce, dan pembangunan perkotaan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement