REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Regulasi tenaga kerja asing dinilai lemah di sisi penegakan hukum. Hal itu bila implementasi di lapangan tidak sesuai aturan normatif sehingga rawan pelanggaran.
Menanggapi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang disahkan pekan lalu, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati menjelaskan, yang jadi masalah adalah kesesuaian normatif dengan implementasi. Dia mengatakan, masalah TKA di level implementasi sudah banyak.
Misalnya untuk aturan penggunaan TKA untuk keahlian yang belum dipunyai tenaga kerja Indonesia, ternyata banyak dilanggar dengan mempekerjakan juga pekerja dasar dengan alasan berpegang pada aturan formal. "Sehingga regulasi ini jadi kekhawatiran di bursa tenaga kerja karena penegakan hukumnya lemah," kata Enny melalui telepon pada Selasa (10/4).
Dia mengatakan, dengan sekarang regulasi dilonggarkan. Saat implementasi melenceng dari rencana, tidak pernah ada penegakan hukum. Padahal regulasi berfungsi mengatur implementasi.
Ketika ada syarat yang dilonggarkan, implementasinya bisa lebih longgar. Di satu sisi untuk investasi atau pekerjaan jenis baru, memang TKA berguna untuk transfer teknologi dan pengetahuan. Karena saat investasi berjalan, dampaknya juga pada pembukaan kesempatan kerja baru. "Tinggal bagaimana itu bisa dikunci dan sesuai regulasi," kata Enny.
Tiap negara punya regulasi yang memudahkan investasi sekaligus perlindungan tenaga kerja lokal. Kalau Indonesia mau, dia mengatakan, memperluas ruang untuk TKA, harus ada penguatan di dalam negeri dulu. Memang pemerintah punya program vokasi, tapi baru berjalan. Itu harus dikuatkan sehingga bisa memenuhi kebutuhan lapangan kerja di dalam negeri.
Enny menjelaskan, tiap regulasi ada masa jeda sebelum berlaku. Periode itu bisa dimanfaatkan untuk menguatkan tenaga kerja dalam negeri. "Juga dijelaskan TKA yang boleh itu apa saja, jangan cek kosong," ucap Enny.
Dia mengatakan, memang perlu ada riset, bila TKA mentransfer teknologi, berapa besar bisnis yang bisa diekspansi dan SDM lokal yang merasakan transfer ilmu. Sebelumnya, Badan Kerjasama Antarparlemen (BKSAP) menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi yang telah secara resmi mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) karena mengurangi kesempatan kerja tenaga lokal. Perpres ini menggantikan Perpres Nomor 72 Tahun 2014 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang dibuat pada era presiden Susilo Bambang Yudhoyono.