Rabu 28 Mar 2018 19:42 WIB

Kemenkeu: Pengelolaan Utang Jauh Lebih Baik

Pemerintah selalu menjaga defisit APBN agar di bawah 30 persen.

Rep: Rahayu Subekti/ Red: Teguh Firmansyah
Utang/ilustrasi
Foto: johndillon.ie
Utang/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara menegaskan, rasio utang dan cadangan devisa Indonesia dibandingkan lima tahun lalu lebih baik.  

 

"Kita selalu mengikuti arahan Undang-undangan Keuangan Negara," kata Suahasil di Kantor Bank Indonesia (BI) saat peluncuran Buku Laporan Perekonomuan Indonesia 2017, Rabu (28/3).

Dia menegaskan, pemerintah saat ini tetap berhati-hati mengikuti arahan aturan tersebut. Rasio utang yang ada tidak boleh melebihi 60 persen produk domestik bruto (PDB). Selain rasio, Suahasil menegaskan setiap tahunnya pemerintah juga menjaga defisit. "Sekarang utang pemerintah masih di bawah 30 persen. Setiap tahun dijaga lagi defiist APBN tidak boleh lebih dari tiga persen," ungkap Suahasil.

 

Baca juga, Kenaikan Jumlah Utang Indonesia ke Cina dari Tahun ke Tahun.

 

Jika melihat pengalaman yang lalu, kata dia, saat Orde Baru utang yang dimiliki Indonesia saat itu mayoritas di atas 95 persen dalam mata uang asing dolar AS. "Ini risikonya jauh sangat tinggi," tutur Suahasil.

Selain itu, dia menambahkan kualitas pengelolaan utang Indonesia di tingkat internasional saat ini juga diperhatikan profil jatuh temponya. Hal itu diatur dengan baik agar tidak membebani masa depan.

 

Komunikasi juga dilakukan secara intensif dengan pemilik utang di dalam maupun luar negeri. "Kami juga menjaga kepercayaan market jaga konsistensi koherensi dan fokus, sehingga terlihat ekonomi dari tahun ke tahun menunjukan perbaikan," ungkap Suahasil.

Mengenai utang, Suahasil menegaskan pihaknya akan sangat terbuka dalam pengelolaan Anggaran Pengeluaran dan Belanja Negara (APBN) dan utang. Itu berarti, Kemenkeu juga akan menerima jika dikritisi dengan melakukan perbaikan.

BI pada akhir Januari 2018 menunjukan utang luar negeri Indonesia meningkat 10,3 persen (yoy) menjadi 357,5 miliar dolar AS. Peningkatan utang tersebut terjadi karena harus menanggung subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan pembiayaan infrastruktur yang cukup besar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement