Kamis 01 Mar 2018 14:39 WIB

Regulasi Pajak Dinilai Sumbang Ketimpangan Kaya Miskin

Satu persen orang terkaya RI memiliki kekayaan setara 45 persen total kekayaan.

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Nur Aini
Ketimpangan sosial  (Ilustrasi)
Ketimpangan sosial (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Sugeng Bahagijo menilai regulasi pajak yang berlaku di Indonesia telah ikut menyumbang ketimpangan.

Ia menjelaskan, meski berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) ketimpangan pendapatan menurun, nyatanya ketimpangan kekayaan masih lebar. Hal ini tergambar dari laporan Credit Suisse yang menyebut bahwa satu persen orang terkaya Indonesia memiliki kekayaan setara dengan 45 persen total kekayaan nasional.

Menurut Sugeng, ketimpangan kekayaan terjadi karena regulasi yang ada tidak optimal dalam menarik pajak dari pendapatan para orang kaya. Buktinya, kata dia, batas tertinggi bagi pendapatan pribadi non karyawan yang dikenai pajak hanya Rp 500 juta per tahun. Padahal, Sugeng mengatakan, para direktur dari perusahaan-perusahaan yang me-listing di Bursa memiliki pendapatan di atas Rp 1 miliar per tahun.

"Aturan pajak kita ini sudah usang. Cocoknya diterapkan di tahun 1990-an saat Lexus belum banyak seperti sekarang," kata dia, dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/3).

Jika batas tertinggi penghasilan yang dikenakan pajak dinaikkan, kata Sugeng, maka pemerintah bisa mengumpulkan lebih banyak lagi dana yang dapat dipakai untuk pembangunan sehingga mempersempit jurang ketimpangan.

Sugeng mengatakan, struktur perolehan pajak Indonesia juga masih timpang. Sebab, perolehan pajak justru lebih banyak berasal dari karyawan, ketimbang pemilik modal. "Pajak dari pemegang saham paling hanya Rp 5-10 triliun. Sementara, pajak dari karyawan ratusan triliun. Jadi, ada yang salah dengan pajak orang pribadi nonkaryawan."

Tak hanya itu, Sugeng mengatakan, rasio pajak Indonesia juga masih sangat kecil, yakni 10,8 persen dari PDB. Padahal, idealnya, rasio pajak di negara yang masuk kategori middle income country seperti Indonesia 20-30 persen. Ia memandang, hal tersebut merupakan ironi mengingat Indonesia masuk dalam daftar 20 negara dengan ekonomi terbesar di dunia, atau G20. "Kita ini perolehan pajaknya seperti negara miskin."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement