Selasa 13 Feb 2018 12:15 WIB

Ikut Aturan OJK, Bank Danamon akan Terbitkan Obligasi

Penerbitan obligasi ini untuk meningkatkan likuiditas perseroan.

Rep: Iit Septyaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Bank Danamon (ilustrasi).
Bank Danamon (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Bank Danamon Tbk belum berencana menerbitkan obligasi dalam waktu dekat. Pasalnya, likuiditas yang dimiliki perbankan masih cukup banyak yakni sekitar 93 persen. 

 

Hanya saja, Direktur Keuangan Bank Danamon Satinder Ahluwalia mengatakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mendorong perseroan terbitkan obligasi. "Beberapa aturan OJK untuk tahun depan recovery plan. Jadi kita masih diskusi dengan OJK dan perlu persetujuan RUPSLB (Maret) nanti," jelasnya kepada wartawan, Senin (12/2) sore.

 

Maka, kata dia, ke depannya tidak menutup kemungkinan untuk menerbitkan obligasi. Hanya saja tidak akan dalam jumlah besar, meski begitu Satinder masih enggan menyebutkan jumlah pastinya. 

 

"Kalau perlu mungkin tidak besar. Hal itu karena tidak ada need. Dari sisi likuiditas kita tidak perlu," tegas Satinder. 

 

Sebagai informasi, Bank Danamon Indonesia Tbk membukukan laba bersih setelah pajak (NPAT) sebesar Rp 3,7 triliun pada 2017. Angka itu tumbuh 38 persen dibandingkan tahun sebelumnya. 

 

Direktur Utama Bank Danamon Sng Seow Wah menjelaskan, pertumbuhan laba didorong oleh biaya dana yang lebih rendah, pengelolaan biaya operasional yang disiplin, serta kualitas aset lebih baik. Pasalnya, perseroan terus meningkatkan kualitas aset melalui penerapan prosedur pengelolaan risiko yang pruden ditambah proses collection dan credit recovery yang disiplin. 

 

"Kami meningkatkan manajemen kredit dengan memajukan semua fungsi proses persetujuan kredit di setiap lini usaha di bawah naungan Chief Credit Officer," jelas Seow Wah kepada wartawan di Jakarta, Senin, (12/2). Dengan begitu, sampai akhir 2017, total kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) turun sembilan persen menjadi Rp 3,4 triliun. 

 

Sementara itu, rasio gross NPL Bank Danamon tercatat 2,8 persen. Biaya kredit juga turun 21 persen menjadi Rp 3,5 triliun. 

 

"Rasio biaya kredit pun berada pada tingkat 2,8 persen. Membaik dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar 3,5 persen," tutur Seow Wah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement