REPUBLIKA.CO.ID, NUSADUA -- Pemerintah berharap dana pensiun bisa dimanfaatkan untuk menopang pembiayaan proyek-proyek infrastruktur. Dana pensiun yang ada sejalan dengan kebutuhan investasi proyek infrastruktur, apalagi sumber dana dari APBN yang berasal dari pajak dan utang juga terbatas.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang PS Bodjonegoro saat menjadi pembicara kunci pada International Seminar on Expanding Social Security Coverage in The Disruptive Economy Era di Nusadua, Bali, Selasa (6/2), mengatakan, pemerintahan saat ini menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas utama pembangunan.
Alasannya, infrastruktur dinilai merupakan sarana utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Bambang menyebutkan negara Cina sebagai contoh negara yang berhasil menjadi negara maju dengan pertumbuhan ekonomi dua digit melalui pembangunan infrastruktur yang masif.
Indonesia bisa menjadi negara seperti Cina. Hanya saja, kata Bambang, Indonesia mengalami masalah dengan keterbatasan dana untuk menggenjot pembangunan infrastruktur. "Karena pendapatan negara dari pajak terbatas, begitu juga dengan utang luar negeri."
Karena itu, Bambang berharap, sumber dana pensiun bisa menjadi alternatif utama karena investasi di pembangunan infrastruktur yang membutuhkan dana jangka panjang sangat cocok dengan investasi dana pensiun yang juga berjangka panjang.
Bambang menjelaskan, sepanjang 2018, Indonesia akan fokus pada program konektivitas, yaitu pembukaan sembilan jalur pelayaran baru, membangun 585 kilometer jalan tol, enam jalur kereta baru, dan membangun 1.573 kilometer jalan non-tol baru, serta melanjutkan pembangunan pembangkit tenaga listrik.
Akselarasi pembangunan infrastruktur adalah prioritas utama pemerintah. Masalahnya, dana pensiun Indonesia masih relatif kecil, meskipun Bambang memberi apresiasi kepada BPJS Ketenagakerjaan yang sudah memulai program Jaminan Pensiun.
Dia mengingatkkan, masih banyak perusahaan yang belum mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan. Bambang pun mengimbau perusahaan segera mendaftarkan pekerjanya, tidak hanya melindungi dan memberi manfaat pada pekerja dalam menghadapi masa tua tetapi juga menjadi sumber dana bagi pembangunan Indonesia.
Menurut Bambang, investasi pembiayaan infrastruktur bukan sekadar sumbangan atau bantuan (charity), tetapi benar-benar merupakan investasi bisnis yang menguntungkan. Di banyak negara maju, lembaga dana pensiun adalah penyedia dana yang dominan untuk proyek-proyek infrastruktur lantaran benar-benar menguntungkan dalam jangka panjang.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Agus Susanto, mengatakan, sumber pendanaan dari program Jaminan Pensiun masih relatif kecil karena programnya masih baru dan besaran iuran masih kecil, yakni tiga persen dari gaji yang dilaporkan.
Besaran itu relatif jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan negara-negara tetangga, seperti Vietnam yang iurannya mencapai 20 persen dan Timor Leste yang sudah 10 persen. Tahun ini, kata dia, memungkinkan pemerintah untuk melakukan revisi besaran iuran dana pensiun sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundangan.
Kendati demikian, kata Agus, BPJS Ketenagakerjaan belum memiliki gambaran atas besaran kenaikan yang mungkin terjadi lantaran hingga kini belum ada pembahasan atau usulan yang masuk, baik dari serikat pekerja dan asosiasi pengusaha.
Direktur Utama Dana Pensiun Karyawan BPJS Ketenagakerjaan, Abdul Latief Algaff, mengatakan, investasi di proyek infrastruktur memang lebih cocok bagi penyelenggara dana pensiun karena sesuai dengan pola investasinya yang berjangka panjang. Karena itu, dia mendukung kebijakan OJK yang mewajibkan pengelola dana pensiun untuk berinvestasi 30 persen di SBN (Surat Berharga Negara).
"Kami sudah melaksanakan itu," ujar Latief seraya menerangkan BPJS Ketenagakerjaan sudah melakukan investasi tidak langsung hingga 50 persen dari dana kelolaan yang dimilikinya.
Pada acara seminar juga dilakukan penandatanganan kerja sama strategis antara BPJS Ketenagakerjaan dengan German Social Accident Insurance (DGUV) atau Lembaga Penyelenggara Jaminan Kecelakaan Kerja Jerman terkait K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) dan jaminan sosial.
Hadir pada pembukaan seminar internasional itu Presiden International Social Security Association (ISSA) Joachim Breuer, perwakilan dari Kementerian Keuangan, perwakilan dari Kementeri Tenaga Kerja, perwakilan dari perwakilan pemerintah Provinsi Bali. Seminar internasional ini dihadiri oleh 125 pemerhati jaminan sosial dari 30 negara, 350 praktisi dan pemerhati jaminan sosial di Indonesia.