Jumat 02 Feb 2018 18:18 WIB

Kepala BKPM Sebut Dimarahi oleh Presiden Jokowi

Pencapaian investasi Indonesia kalah dari negara ASEAN lainnya.

Rep: Ahmad Fikri Noor/ Red: Nidia Zuraya
Kepala Badan Koordinasi Bidang Perekonomian (BKPM) Thomas Lembong.
Foto: Debbie Sutrisno/Republika
Kepala Badan Koordinasi Bidang Perekonomian (BKPM) Thomas Lembong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Thomas Lembong mengaku sempat dimarahi oleh Presiden Joko Widodo. Hal ini lantaran capaian investasi di Indonesia masih kalah dari negara tetangga seperti Vietnam, Malaysia, dan Thailand.

"Kemendag dan BKPM dimarahi oleh presiden. Bukan hanya ekspor kita yang kalah dari negara tetangga tapi juga investasi kita. Jadi pertumbuhan investasi dari negara tetangga jauh melampaui pertumbuhan investasi di Indonesia. Itu perlu kita cermati," ujar Thomas dalam rapat kerja Kementerian Perdagangan di Jakarta, Jumat (2/2).

Realisasi investasi penanaman modal dalam negeri (PMDN) dan penanaman modal asing (PMA) mencapai Rp 692,2 triliun sepanjang 2017. Angka itu telah melebihi target investasi 2017 yang sebesar Rp 678,8 triliun. Meski begitu, Thomas mengaku, belum puas dengan capaian tersebut.

"Itu alasan meski melampaui target 2017, saya tidak merayakan. Saya tidak terlalu gembira karena belum cukup. Kita masih kalah dibandingkan negara tetangga," ujar Thomas.

Investasi, menurut Thomas, adalah kunci penting mendorong perekonomian. Salah satu dampak dari investasi adalah untuk mendongkrak kinerja ekspor Indonesia.

"Harus ada investasi masuk dulu, bangun pabrik, produksi, baru ada produk bisa diekspor. Kalau tidak ada investasi apa yang mau diekspor," ujar Thomas.

Thomas mengaku, kelemahan Indonesia dalam menarik investor adalah soal regulasi. Ia mengatakan, regulasi yang berubah secara mendadak dapat menciptakan ketidakstabilan yang sulit diterima investor. Menurutnya, Thailand, Vietnam, dan Malaysia memiliki regulasi yang lebih stabil dan kualitas regulasi yang lebih realistis.

Selain itu, kata Thomas, negara-negara tersebut membuka diri pada investor untuk berinvestasi di berbagai bidang baik itu pendidikan, manufaktur, maupun pertahanan.

"Investor tentu punya banyak pilihan. Kalau kita susah, tinggal ke negara sebelah ada Malaysia, Thailand, Vietnam, dan bahkan Kamboja," ujarnya.

Senada dengan Thomas, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, regulasi internal kerap mempersulitnya dalam menyusun perjanjian perdagangan dengan negara lain. Enggar mengaku, tanpa adanya perjanjian perdagangan akan semakin sulit untuk menarik investasi dan juga meningkatkan ekspor.

"Internal Kementerian/Lembaga harus bersedia mengurangi atau membuka diri (dari aturan-aturan yang mempersulit investasi)," ujar Enggar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement