REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perum Bulog bisa melakukan monopoli impor beras. Bulog bisa menunjuk secara langsung pengekspor, tidak lagi melalui tender.
Pengamat Pertanian Khudori mengatakan, tender impor beras sebesar 500 ribu ton membutuhkan waktu lama sekitar satu hingga 1,5 bulan. Bulog adalah satu-satunya perusahaan BUMN yang sudah dinotifikasi di WTO sebagai perusahaan yang boleh memonopoli impor atas perintah negara.
Biasanya, di setiap negara memiliki perusahaan yang bisa memonopoli impor. "Mestinya ini bisa dimanfaatkan karena tidak melanggar aturan WTO," katanya saat dihubungi Republika, Jumat (19/1).
Menurutnya, lelang sepenuhnya tergantung pada bagaimana respons peserta lelang. Ada yang ikut atau tidak. Tapi mestinya ada peserta lelang yang berminat, mengingat menurut organisasi pangan dunia FAO, tahun ini dan tahun lalu surplus beras tidak jauh berbeda. "Jadi yang diperdagangkan pun tidak jauh beda," kata dia.
Hanya saja, permintaan impor 500 ribu ton lumayan besar. Tak heran jika rencana impor Indonesia mempengaruhi harga di pasar dunia.
Ia menjelaskan, ketika pemerintah mengumumkan akan melakukan impor 500 ribu ton, harga beras dunia pelan-pelan merambat naik. Kenaikan harga ini merupakan sisi buruk ketika impor diumumkan ke publik. "Mestinya kalau impor ya impor saja," tegasnya.
Menurutnya, kalau pemerintah yakin bahwa cadangan stok produksi itu tidak cukup dan perlu diisi dari impor, pemerintah cukup melakukan impor tanpa mengumbarnya ke publik. Ia melanjutkan, jika melakukan perhitungan satu bulan saja, kata dia, beras tersebut baru bisa tiba pada akhir Februari, bertepatan dengan panen raya.
Untuk itu, pemerintah perlu menahan beras tersebut merembes ke pasar. Pemerintah dan Bulog berencana mendistribusi beras impor tersebut ke daerah-daerah nonproduksi. Beras tersebut juga tidak langsung diguyur ke pasar melainkan ditaruh dalam gudang.
Beras impor asal Thailand dan Vietnam tersebut baru akan betul-betul diguyur ke pasar ketika memang tidak ada pasokan. "Kalau janji-janji itu dipenuhi tidak perlu ada kekhawatiran akan merugikan para petani," ujarnya.