REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Indonesia masih menjadi surga bagi investor asing untuk meraup keuntungan dari bursa saham. Hal ini disebabkan minat para investor domestik untuk berinvestasi di pasar saham masih cukup rendah.
Demikian terungkap dalam seminar nasional pasar modal bertajuk Be Young Investor, Sharia Investment for a Better Futureyang digelar di kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula), Semarang. Kepala Indonesia Stock Exchange Semarang, Fanny Rifqi el Fuad Msi mengatakan, saat ini, lebih dari 50 persen saham yang tercatat pada Bursa Saham Indonesia (IDX) merupakan kepemilikan warga negara asing.
Untuk mengubah hal tersebut, menurutnya, masih sangat sulit. Faktor utamanya, karena kebanyakan orang berduit di Indonesia masih kurang berminat untuk berinvestasi melalui pasar saham.
Artinya, perusahaan yang mencarikeuntungan di Indonesia dan ada di bursa saham di Indonesia merupakan investorasing. Maka ketika keuntungan dari bursa saham--lagi-lagi--lebih dari separuhnya akan lari ke investor asing. "Ini sangat disayangkan, menginat indeksbursa kita sedang mengalami pertumbuhan dan tren positif," paparnya dalam seminar yang digelar Kelompok Studi Pasar Modal Fakultas Ekonomi (FE) Unissula ini.
Fanny juga menyampaikan, untuk menjadi investor saham tidaklah sulit dan tidak perlu khawatir akan merugi. Dalam list yang ada di bursa, lebih dari 70 persen perusahaan mendapatkan profit atau tidak rugi.
Dan ketika perusahaan membubuhkan laba maka harga saham cenderung naik dan ini baik untuk investor. Oleh karena itu, bagi mahasiswa calon investor muda harus berpikir positif dan jangan terlalu memfokuskan pikiran merugi.
"Karena perusahaan yang merugi yang dibursa jumlahnya kurang dari 30 persen. Makanya, kalian jangan khawatir dan pentingbelajar terus. Ayo daftar sekolah pasar saham, Januari tahun 2018 depan diUnissula," lanjutnya.
Guru Besar FE Unissula Prof Dr Ibnu Khajar SE MSi dalam paparannya menyampaikan, jika dibandingkan dengan investasi riil, investasi saham sebenarnya bisa dikatakan lebih aman dan mudah. Nilai kerugianya pun hanya terbatas padasaham yang dimiliknya pada perusahaan tersebut, apabila performanya merugi. Berbeda denganinvestasi riil yang --jika merugi-- bisa menyita aset pribadinya.
Sepanjang performa perusahaan tumbuh dengan baik, saham yang diinvestasikan juga akan tumbuh positif. Kalaupun perusahaannyamerugi, imbas kerugiannya hanya pada saham yang ditanamkan saja.
"Ini yang sebenarnya lebih mudah dannilai kerugiannya tidak seperti investasi riil yang ketika merugi bisa beresikopada asset pribadi," tandas Ibnu.
Hadir sebagai narasumber dalam seminarini adalah Kepala Bagian Pengawasan Pasar Modal Kantor Regional III JawaTengah- DIY Otoritas Jasa Keuangan, Nur Satyo Kurniawan serta Investor muda, Rinaldy Imanuddin.