REPUBLIKA.CO.ID,MALANG -- Pengajar perpajakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang Hendi Subandi menilai pertumbuhan pajak daerah pada tahun depan diprediksi bakal melandai. Sebab, 2018 merupakan tahun politik di mana akan digelar pemilihan kepala daerah serentak. "Target yang ditetapkan cenderung moderat," ujar Hendi di Malang, Jawa Timur, Rabu (20/12).
Ia menambahkan, pada tahun politik juga bakal diwarnai banyak kebijakan perpajakan berbau pencitraan. Sebagai contoh pemutihan pajak kendaraan bermotor. Dengan adanya kondisi itu, Hendi mewanti-wanti kemungkinan adanya aktivitas transaksional. Karena pada tahun politik, semua pihak berpartisipasi dalam perayaannya. "Untuk itu, perlu dilakukan pengawasan dan penguatan aparatur pajak agar tidak mau diintervensi oleh kekuatan politik," katanya.
Untuk tingkat nasional, Hendi meyakini target penerimaan pajak 2018 akan sulit dicapai. Berdasarkan kesepakatan pemerintah dan DPR, target penerimaan yang disepakati pemerintah dan DPR sebesar Rp 1.423 triliun. Ini juga dikarenakan pemerintah akan lebih mengutamakan kebijakan yang populis dan tidak menimbulkan kegaduhan.
Seperti diketahui, salah satu visi Presiden Joko Widodo terkait reformasi perpajakan dicapai melalui dua hal, yakni reformasi kebijakan dan reformasi administrasi. Tujuannya, supaya target penerimaan negara dari sumber pajak meningkat sehingga mampu untuk membiayai pembangunan.
Reformasi perpajakan dalam konteks ini terkait penguatan regulasi perpajakan melalui amandemen beberapa Undang Undang, yakni UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP), UU PPn, UU PPh, UU Bea Materai, dan RUU Konsultan Pajak. Saat ini, RUU tersebut masuk daftar RUU Prolegnas Prioritas 2018.