REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani Chaniago mengaku mengapresiasi investasi yang ditanamkan Cina di Indonesia. Namun, dia mengatakan, aspek yang perlu dikritisi adalah investasi tersebut mengikutsertakan tenaga kerja.
Menurut Irma, adalah sesuatu yang wajar jika tenaga kerja yang dibawa adalah tenaga ahli yang mampu melakukan alih teknologi sesuai regulasi yang dimiliki. "Namun, faktanya saat ini banyak tenaga kerja yang diikutsertakan dalam investasi tersebut ternyata banyak yang bukan tenaga kerja //expert// (yang mampu memberikan alih teknologi). Sebab, tenaga kerja yang dibawa justru banyak yang merupakan tenaga kerja kasar yang SDM-nya di Indonesia melimpah," katanya di Jakarta, Senin (27/11).
Irma menilai, yang harus dipertegas sekarang adalah bunyi prasyarat investasi itu sendiri. Syarat investasi tersebut tidak boleh melanggar regulasi-regulasi yang ada.
"Sehingga investasi yang kerja betul-betul bermanfaat tidak saja bagi fasilitasi publik, namun juga bermanfaat untuk mengurangi pengangguran," kata politikus Partai Nasdem ini.
Irma membenarkan bahwa Indonesia memiliki sejumlah aturan hukum ketenagakerjaan untuk membendung TKA, terutama asal Cina. Mulai dari UU Nomor 13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 16 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Menurut dia, aturan hukum sudah kuat dan baik.
Mengacu pada UU No 13/2013 dan Permenaker No 16/2015, TKA merupakan warga negara asing pemegang visa dengan maksud bekerja di wilayah Indonesia. TKA yang dipekerjakan oleh pemberi kerja wajib memenuhi beberapa syarat utama, antara lain, memiliki sertifikat kompetensi atau memiliki pengalaman kerja sesuai dengan jabatan yang akan diduduki TKA paling kurang lima tahun.
Namun, dari berbagai pemberitaan beberapa waktu belakangan, TKA ilegal asal Cina kerap masuk ke Tanah Air menggunakan izin wisata. Ujung-ujungnya, kantor imigrasi setempat memulangkan mereka ke negara asalnya.
Terbaru, pada 23 Oktober lalu, sebanyak enam TKA asal Cina diserahkan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi ke Kantor Imigrasi Kelas II Sukabumi. Mereka diduga bekerja ilegal pada sebuah pertambangan emas PT LM di Kampung Cimalati, Desa Kertajaya, Kecamatan Simpenan.
Ekonom The Institute for Development of Economics and Finance Eko Listiyanto menilai, permintaan Pemerintah Indonesia melalui Wakil Presiden Jusuf Kalla kepada Pemerintah Cina yang diwakili Wakil Perdana Menteri Cina Liu Yandong agar mengurangi keberadaan TKA asal Cina adalah sesuatu yang wajar.
Apalagi, Indonesia juga tetap berkomitmen untuk bekerja sama dengan berbagai negara, termasuk Cina. "Tapi, di sisi lain, mereka juga harus melihat bahwa ada kepentingan langsung dari kita, salah satunya adalah faktor tenaga kerja," ujar Eko.
Ia menjelaskan, tingkat pengangguran di Indonesia masih tinggi. Badan Pusat Statistik mencatat, pada Agustus 2017, dari total 121,02 juta orang penduduk bekerja, sebanyak 7,04 juta orang di antaranya menganggur.
Oleh karena itu, lanjut Eko, keberadaan investasi asing diharapkan dapat menyerap tenaga kerja di dalam negeri. Salah satunya melalui investasi pembangunan infrastruktur yang menjadi program andalan pemerintah.
Apabila lapangan kerja di Indonesia tersedia dengan baik, dapat memperbaiki daya beli masyarakat. Muaranya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi secara nasional. "Konsep pembangunan infrastruktur yang ada di negara-negara maju, salah satunya juga adalah agar masyarakat bisa segera bekerja kembali dan mendapatkan //income// sehingga ada daya beli," kata Eko menjelaskan.
Ia menilai, permintaan Pemerintah Indonesia ini ke depan dapat ditindaklanjuti dengan membuat aturan atau persyaratan di dalam komitmen investasi terkait dengan pembagian persentase jumlah TKA dan tenaga kerja Indonesia. Sebab, salah satu tujuan Indonesia membuka pintu investasi seluas-luasnya adalah untuk mendapatkan transfer pengetahuan.
(Pengolah: Muhammad Iqbal).