REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kredit perbankan yang "menganggur" atau tidak terpakai (undisbursed loan) selama September 2017 mencapai Rp 1.400 triliun, naik 9,62 persen (year on year/yoy) dibandingkan periode sama 2016.
Masih tingginya kredit "nganggur" tersebut mencerminkan masih terbatasnya kemampuan peminjam dana, termasuk dunia usaha, untuk memakai kredit guna mengakselerasi kegiatan ekonomi. "Padahal bank-bank sudah punya kapasitas untuk menyalurkan kredit, namun tidak kunjung terealisasi," kata Deputi Komisioner Pengaturan dan Pengawasan Terintegrasi OJK Imansyah di Jakarta, Jumat (24/11).
Tren peningkatan kredit "menganggur" sudah terlihat sejak Mei 2017. Saat itu, kredit menganggur industri perbankan sudah mencapai Rp 1.350 triliun, kemudian naik menjadi Rp 1.392 triliun pada Juli 2017 dan naik kembali menjadi Rp 1.400 triliun pada September 2017.
Imansyah mengatakan tingginya kredit menganggur ini juga yang meyebabkan pertumbuhan kredit perbankan belum optimal. Selama Oktober 2017, kredit perbankan baru tumbuh 8,18 persen (yoy) jika dibandingkan Oktober 2016, atau jika dilihat dari Januari hingga OKtober 2017, baru naik sebesar 4,18 persen (year to date/ytd).
Meskipun demikian, menurut Imansyah, selama dua bulan terakhir 2017, realisasi penyaluran kredit akan meningkat. Penyebabnya, pertumbuhan ekonomi domestik yang terus pulih, di tambah dengan prospek perekonomian global yang memberikan sentimen positif bagi dunia usaha untuk berekspansi.
Selain itu, di dua bulan terakhir, perbankan juga akan mengejar penyaluran kredit guna mengejar target intermediasi dan perolehan laba sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB). Imansyah melihat pertumbuhan kredit perbankan di akhir tahun bisa melebihi sembilan persen (yoy) atau lebih tinggi dibanding 2016 yang sebesar 7,8 persen (yoy).