REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keterlambatan dukungan pemerintah dalam sebuah proyek infrastruktur mengakibatkan fasilitasi kredit perbankan urung cair. Padahal, bank-bank dari BUMN maupun swasta telah siap membiayai proyek-proyek yang tersedia, khususnya dalam bentuk kerja sama pemerintah swasta (KPS).
"Jadwal atau kepastian dukungan menjadi hambatan," tutur Deputi V Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Luky Eko Wuryanto kepada Republika melalui sambungan telepon, Kamis (21/2).
Kepastian dukungan yang dimaksud salah satunya adalah pembebasan lahan proyek.Selain itu, Luky menambahkan salah satu aspek yang kerap diperhatikan bank dalam pembiayaan infrastruktur adalah return on investment (ROI).
Luky mencontohkan sebuah proyek memiliki ROI sebesar 15 persen. Namun setelah dukungan pemerintah masuk misalnya berupa pembebasan lahan, maka nilai ROI meningkat menjadi 20 persen. Akan tetapi, keterlambatan dukungan pemerintah yang terjadi membuat kredit urung dicairkan. "Kesiapan penting bagi perbankan," ujarnya.
Lebih lanjut, Luky memastikan tidak ada diferensiasi antara bank BUMN dan swasta dalam hal ini. Sebagai contoh proyek jalan tol Cikampek-Palimanan yang dibiayai oleh sindikasi perbankan yang dipimpin BCA.
Data statistik perbankan Bank Indonesia (BI) menunjukkan nilai total fasilitasi kredit perbankan yang tidak cair (undisbursed loan) bank-bank umum nasional dan swasta mengalami peningkatan dari dari posisi Rp 683,27 triliun akhir 2011 menjadi Rp 817,27 triliun pada akhir 2012. Berikutnya, untuk kategori bank persero, angka undisbursed loan naik dari Rp 189,03 triliun akhir 2011 menjadi Rp 193,47 triliun akhir 2012.
Bank Pembangunan Daerah (BPD) juga mengalami lonjakan undisbursed loan, dari Rp 14,71 triliun menjadi Rp 18,82 triliun. Undisbursed loan bank campuran juga ikut naik dari Rp 85,19 triliun menjadi Rp 104,66 triliun.