REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Sistem Informasi Pemantauan Tanaman Pertanian (Si Mantap) menjadi salah satu upaya Kementerian Pertanian (Kementan) menghadapi perubahan iklim yang terjadi. Perubahan iklim sudah, sedang dan akan terus terjadi.
"Untuk itu perlu diperhatikan perubahan iklim ini," ujar Kepala Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP) Dedi Nursyamsi saat ditemui usai peluncuran Si Mantap di Auditorium Badan Penelitian dan Pengembangan Bogor, Selasa (21/11).
Ia menjelaskan, Si Mantap menggunakan model standing crop yang dikembangkan sejak 1997 dan masih dikembangkan hingga saat ini untuk tanaman padi dan komoditas lainnya seperti jagung, tebu, kelapa sawit, bawang merah, cabe, dan lainnya
Pengembangan Si Mantap dihasilkan dari kerja sama baik dengan institusi nasional maupun internasional yakni LAPAN, BPPT, IPB, JAXA Jepang, CSA (Kanada) dan NASA Amerika Serikat (AS). Pada 2014, ia melanjutkan, standing crop baru digunakan secara operasional oleh Balitbangtan untuk mendukung Upaya Khusus (UPSUS) swasembada pangan.
Dengan semakin berkembangnya data penginderaan jauh dan kemudahan memperoleh datanya, Si Mantap diyakini Dedi semakin menarik dengan potensi pemanfaatannya untuk membantu pengambil keputusan, baik pemerintah, industri, maupun asuransi dalam melindungi petani.
"Integrasi Si Mantap dengan data iklim dapat membantu dalam pengelolaan di bidang pertanian dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim," ujarnya.
Menurutnya, salah satu ancaman serius sektor pertanian, khususnya pencapaian swasembada pangan bahkan cita-cita Indonesia Menuju Lumbung Pangan Dunia 2045 adalah perubahan iklim, termasuk kejadian iklim ekstrem.
Terkait perubahan iklim, pihaknya dalam hal ini Kementerian Pertanian akan membangun konsorsium sebagai strategi antisipasi dan mitigasi terhadap perubahan iklim.
"Tahun depan kita akan bangun konsorsium litbang perubahan iklim. Bukan hanya Kementan tapi semua pihak lain baik kementerian atau lembaga maupun swasta," kata dia.