REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberhasilan revitalisasi Bank Muamalat Indonesia (BMI) akan membuat citra Indonesia jadi lebih baik di mata dunia. Hal itu akan membuka peluang lebih besar bagi Indonesia untuk menjadi markas World Islamic Infrastracture Bank (WIIB).
Dalam paparan Proyeksi Perbankan Syariah 2018 oleh Karim Consulting Indonesia (KCI), Presiden Direktur Karim Consilting Indonesia Adiwarman Karim menjelaskan, keberhasilan revitalisasi BMI yang diprediksi bisa selesai pada Oktober 2018 sebelum rapat tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) di Bali, akan menaikkan citra Indonesia di mata mata internasional termasuk di mata Bank Pembangunan Islam (IDB) bahwa Indonesa bisa menyelesaikan masalah.
Selain itu, keberhasilan itu juga akan makin membuka peluang Indonesia untuk menjadi markas WIIB yang selama ini diperjuangkan. ''Kami prediksi pemulihan di BMI akan cepat dengan strategi pembiayaan baik (good bank) dan pembiayaan buruk (bad bank),'' kata Adiwarman di Kompleks Taman Ismail Marzuki, (8/11).
Pemimpin baru BMI akan pemimpin strategi good bank dan penanganan bad bank yang BMI lakukan bisa mendobrak tingkat pemulihan sampai 90 persen.
KCI menilai pemulihan BMI tidak cukup hanya dengan tambahan modal sebesar Rp 4,5 triliun melalui Minna Padi. BMI harus mengembangkan bisnis baru. Itu sebabnya BMI perlu investor strategis yang membawa bisnis baru dengan nilai sekitar Rp 20 triliun. ''Tanpa bisnis baru, sulit bagi BMI untuk bisa lari,'' ucap Adiwarman.
Soal bisnis baru yang mungkin dikembangkan BMI, KCI melihat kemungkinan besar BMI akan masuk ke bisnis yang pertumbuhannya cepat yakni infrastruktur pemerintah. Dari sisi profitabilitas, bisnis infrastruktur pemerintah belum bisa mendorong laba dengan cepat. Tapi rasio pembiayaan bermasalah (NPF) dapat membaik.
Perbaikan modal BMI plus modal bank syariah besar lain, akan membuat rasion kecukupan modal (CAR) industri juga membaik. Pada 2018, aset BMI diprediksi akan tumbuh menjadi RP 69,87 triliun.