REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Halim Alamsyah mengatakan, financial technology (fintech) merupakan gelombang revolusi industri terbaru. Karenanya, fintech dirasa memiliki dampak substansial terhadap bisnis perbankan.

Fintech merupakan istilah yang kini telah lumrah menggambarkan digitalisasi sektor keuangan, dan tangkapan yang digunakan atas teknologi canggih yang berbasis internet sektor keuangan. Istilah ini menggambarkan teknologi modern untuk menyediakan layanan keuangan seperti e-commerce.

Halim mengangkat tema itu saat memberi paparan di Konferensi Internasional Akunting, Bisnis dan Ekonomi Universitas Islam Indonesia (UII-ICABE 2017). Ia melihat, potensi adopsi yang dimiliki Indonesia sangat besar bila bisa memanfaatkan fintech.

Terlebih, lanjut Halim, jalur bisnis memang berada di bawah tantangan baru, terutama pinjaman dan pembayaran konsumer usaha-usaha kecil. "Hal ini dikarenakan bank-bank yang semakin banyak melihat kreditur fintech sebagai mitra potensial," ujar Halim di Grand Mercure Hotel, Kamis (26/10).

Untuk itu, ia menekankan, sumber daya manusia yang dimiliki suatu negara sudah seharusnya menguasai fintech, sehingga bisa menjadi perubah permainan dalam dunia ekonomi. Namun, Halim mengingatkan, fintech membawa resiko baru yaitu regulator yang harus selalu memantau secara ketat.

"Karenanya, perlindungan konsumen dan stabilitas sistem keuangan nasional kemungkinan akan jadi isu utama," katanya.

Ia turut memberi contoh bagaimana fintech sudah masuk sela-sela kehidupan, yang sudah menjadi perusahaan-perusahaan besar tanpa memiliki jualannya. Seperti AppStore yang tidak memiliki aplikasi, Uber yang tidak punya taksi, Google yang tidak miliki informasi dan Gojek yang tidak ounya satumotorpun. 

Ikuti Whatsapp Channel Republika