Kamis 13 Mar 2025 16:59 WIB

GP Ansor Dorong Pemerintah Segera Bentuk Badan Penerimaan Negara

Pembentukan BPN dengan menyatukan otoritas pajak dan bea cukai.

Ngaji Keuangan & Perpajakan dengan tema “Ramai Pemangkasan Anggaran, Badan Penerimaan Negara Solusinya?” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat GP Ansor pada 12 Maret 2025.
Foto: Dok Istimewa
Ngaji Keuangan & Perpajakan dengan tema “Ramai Pemangkasan Anggaran, Badan Penerimaan Negara Solusinya?” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat GP Ansor pada 12 Maret 2025.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Di tengah tekanan fiskal yang dihadapi pemerintah akibat pemangkasan anggaran sebesar Rp 306 triliun, upaya meningkatkan penerimaan negara menjadi semakin urgen dan krusial.

Berbagai tantangan muncul, mulai dari keterbatasan ruang fiskal, ketergantungan  APBN terhadap penerimaan perpajakan, hingga tingginya potensi kebocoran penerimaan dari sektor ekonomi bawah tanah baik yang bersifat formal maupun ilegal.

Baca Juga

Untuk menjawab tantangan ini, diperlukan reformasi kelembagaan yang mampu memperkuat sistem perpajakan dan kepabeanan agar lebih efektif, transparan dan akuntabel.

Isu ini menjadi topik utama dalam kegiatan Ngaji Keuangan & Perpajakan dengan tema “Ramai Pemangkasan Anggaran, Badan Penerimaan Negara Solusinya?” yang diselenggarakan oleh Pimpinan Pusat GP Ansor pada 12 Maret 2025 di Kedai Tempo.

Hadir sebagai narasumber yaitu Hadi Poernomo (Dirjen Pajak tahun 2001 sampai dengan 2006), Berly martawardaya (Dosen FEB UI dan Direktur Riset INDEF) serta Vaudy Starworld (Ketua Umum Ikatan Konsultan Pajak Indonesia).

Dalam forum tersebut, GP Ansor menyoroti urgensi dan kebutuhan pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN) sebagai solusi untuk mengoptimalkan penerimaan negara di tengah keterbatasan fiskal.

Pembentukan Badan ini diharapkan dapat memperbaiki sistem pemungutan pajak dan bea cukai dengan memperkuat pengawasan, mengatasi praktik tax evasion, serta menekan kebocoran penerimaan negara yang selama ini masih marak terjadi.

GP Ansor menilai bahwa penggabungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) ke dalam satu badan yang lebih independen dapat meningkatkan efisiensi dan mempercepat integrasi data perpajakan dan kepabeanan. 

Berdasarkan data yang dipaparkan dalam diskusi, underground economy diperkirakan mencapai 22 persendari PDB, dengan potensi penerimaan pajak yang belum tergali mencapai Rp 484 triliun. Angka ini jauh lebih besar dari nilai pemangkasan anggaran yang saat ini terjadi.

Ketua Bidang Keuangan dan Perpajakan PP GP Ansor, M Arif Rohman, menegaskan bahwa reformasi kelembagaan pajak harus dilakukan dengan tata kelola yang transparan, akuntabel dan profesional.

Dia menjelaskan, pembentukan BPN dengan menyatukan otoritas pajak dan bea cukai merupakan kebutuhan yang sangat mendesak. Dengan otonomi yang lebih luas diharapkan akan meminimalkan intervensi politik serta memastikan sistem perpajakan dan kepabeanan berjalan lebih efisien dan efektif.

"Akan lebih dahsyat lagi bisa di satukan juga untuk penerimaan negara bukan pajaknya" ujarnya.

Selain itu, GP Ansor juga menyoroti perlunya pengawasan ketat terhadap praktik tax evasion, penyelundupan, dan underreporting transaksi ekspor-impor.

BACA JUGA: Berkat Kecerdasan Ilmuwan Iran, Program Nuklir tak Dapat Diserang atau Dibom Sekalipun

 

Dengan berbagai tantangan fiskal yang dihadapi saat ini, GP Ansor mendorong pemerintah segera merealisasikan rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara sebagai lembaga yang lebih independen langsung di bawah Presiden.

Langkah ini diyakini dapat menjaga stabilitas fiskal, memperkuat sistem perpajakan, meningkatkan kualitas pengawasan dan pelayanan serta memastikan pembangunan nasional tetap berjalan tanpa terganggu oleh keterbatasan anggaran.

photo
Pemangkasan Anggaran Belanja Negara - (Republika)

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement