Selasa 10 Oct 2017 01:40 WIB

WNI di Kasus Standard Chartered Mayoritas Ikut Tax Amnesty

Red: Nur Aini
Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi saat konferensi pers terkait penyanderaan (Gijzeling) penunggak pajak di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (14/7).
Foto: Republika/ Wihdan Hidayat
Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi saat konferensi pers terkait penyanderaan (Gijzeling) penunggak pajak di Kantor DJP, Jakarta, Jumat (14/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyebut dugaan transfer dana jumbo senilai 1,4 miliar dolar AS atau setara Rp 18,8 triliun di Standard Chartered Plc, dari wilayah Guernsey ke Singapura, melibatkan sebanyak 81 Warga Negara Indonesia (WNI) yang 19 di antaranya tidak mengikuti program amnesti pajak.

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengatakan, data tersebut didapatkan beberapa bulan lalu dari Laporan Hasil Analisis (LHA) Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melalui Menteri Keuangan dalam rangka meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak (WP).

"Dalam data dimaksud, terdapat 81 WNI dengan nilai data 1,4 miliar dolar AS. Jadi bukan satu orang," ujar Ken saat jumpa pers di Jakarta, Senin (9/10).

Dari 81 WNI tersebut, kata Ken, sebanyak 62 orang telah mengikuti Program Amnesti Pajak (tax amnesty). Saat ini, DJP tengah melakukan pendalaman terhadap data tersebut dan berkoordinasi dengan PPATK untuk melakukan pemeriksaan mendalam. "Kita cocokkan dengan SPT dan LHA-nya, dan sebagian sudah kita tindaklanjuti," kata Ken.

Ken menambahkan, dari 81 WNI yang diduga terlibat dengan dugaan transfer dana jumbo tersebut, tidak terdapat nama pejabat dari TNI, Polri, ataupun penegak hukum serta pejabat negara lainnya. "Ini murni pebisnis," ujar Ken.

Merujuk pada laporan Bloomberg dan South China Morning Post, regulator di Eropa dan Asia sedang melakukan investigasi terhadap Standard Chartered Plc atas transfer dana milik nasabah khusus sebesar 1,4 miliar dolar AS dari Guernsey, yang merupakan daerah kekuasaan Inggris, ke Singapura pada akhir 2015. Dalam laporan itu disebutkan, aset yang ditransfer tersebut sebagian besar milik nasabah Indonesia. Regulator juga mendapat laporan adanya kecurigaan terhadap staf bank mengenai transfer tersebut.

Transfer tersebut dilakukan jelang Guernsey menerapkan "Common Reporting Standard", sebuah kesepakatan global pertukaran informasi secara otomatis terkait pajak. Investigasi juga dikabarkan tengah dilakukan oleh bank sentral Singapura yaitu Monetary Authority of Singapura (MAS) dan otoritas keuangan Guernsey yaitu Guernseys Financial Service Commission.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement