Ahad 17 Sep 2017 17:23 WIB

Harga Sejumlah Komoditas Diprediksi Terus Naik Sampai 2018

Rep: Halimatus Sa'diyah/ Red: Andri Saubani
Suasana bongkar muat batubara di pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Minggu (27/8). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi produksi batu bara di semester I 2017 sebesar 139 juta ton atau baru mencapai 29,14 persen dari target sepanjang tahun yang sebesar 477 juta ton.
Foto: Dhedez Anggara/Antara
Suasana bongkar muat batubara di pelabuhan Cirebon, Jawa Barat, Minggu (27/8). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat, realisasi produksi batu bara di semester I 2017 sebesar 139 juta ton atau baru mencapai 29,14 persen dari target sepanjang tahun yang sebesar 477 juta ton.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ekonom INDEF, Bhima Yudistira memprediksi harga sejumlah komoditas yang menjadi andalan Indonesia akan terus naik sampai 2018 mendatang, khususnya untuk produk minyak mentah, CPO, dan batu bara. Faktor utama kenaikan harga, menurut dia, karena negara-negara yang menjadi tujuan ekspor utama Indonesia mengalami perbaikan ekonomi.

Selain itu, Bhima melanjutkan, harga komoditas juga akan membaik karena pasokan minyak di Amerika Serikat dan Timur Tengah yang mulai terbatas. Hal ini setidaknya tercermin dari kinerja ekspor bulan Agustus lalu. Pada periode Januari-Agustus 2017, ekspor ke Cina naik 51,49 persen, India naik 51,9 persen dan Amerika Serikat naik 11,1 persen dibanding periode yang sama di tahun sebelumnya.

Melihat kondisi tersebut, Bhima memperkirakan ekspor dapat menjadi penggerak pertumbuhan ekonomi. "Tahun 2017 sampai 2018 memang harapannya ada pada ekspor dan investasi. Masing-masing diprediksi tumbuh 4,7 persen dan 5,2 persen," ujarnya, saat dihubungi Republika, Ahad (17/9).

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis neraca perdagangan pada Agustus 2017 yang menunjukkan surplus 1,72 miliar AS. Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, surplus yang cukup besar ini disumbang oleh meningkatnya ekspor migas sebesar 9,61 persen dan ekspor nonmigas yang naik 11,93 persen. "Surplus ini tertinggi sejak 2012," ujarnya, dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (15/9).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement