Rabu 13 Sep 2017 09:44 WIB

Impor LNG Bukti Pemerintah tidak Cermat Kelola Neraca Gas

Rep: Eko Supriyadi/ Red: Nidia Zuraya
KIlang LNG (ilustrasi)
KIlang LNG (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi VII Rofi' Munawar menilai, langkah pemerintah yang berkeras diri untuk melakukan importasi Liqued Natural Gas (LNG) dari Singapura, menunjukan lemahnya kebijakan kedaulatan energi nasional dan pengelolaan Neraca gas yang tidak cermat.

''Kerasnya usaha pemerintah untuk mengimpor LNG dari Singapura membuktikan minimnya terobosan dan tidak cermat dalam mengelola neraca gas nasional,'' kata Rofi, dalam siaran persnya, Rabu (13/9).

Menurut dia, sudah sepantasnya pemerintah menunda rencana impor gas dari Singapura. Karena potensi gas di dalam negeri masih dapat memenuhi kebutuhan gas di dalam negeri.

Rofi memaparkan, Produksi gas bumi Indonesia di tahun 2016 mencapai 6775 MMSCFD. Sebagian besar gas bumi tersebut yaitu 59 persen atau sebanyak 3.997 MMSCFD digunakan di dalam negeri. Sementara sisa 41 persen atau sebesar 2778 MMSCFD diekspor ke luar negeri yang terdiri dari ekspor LNG 29,36 persen dan ekspor gas pipa 11,55 persen.

Legislator asal Jawa Timur ini juga menambahkan, saat ini sebagian besar penggunaan gas dikonsumsi oleh sektor Industri di luar pupuk yaitu sebesar 23,26 persen. Khusus industri pupuk, penggunaan gas dalam negeri mencapai 9,58 persen. Sementara sektor kelistrikan mengambil porsi gas bumi dalam negeri sebesar 14,61 persen atau sebanyak 584 MMSCFD.

Kementerian ESDM mengatakan pengadaan proyek listrik 35.000 MW yang dicanangkan Pemerintah akan membutuhkan gas bumi sekitar 1100 MMSCFD. ''Jika pemerintah cermat, dari angka ini terlihat bahwa Indonesia sebenarnya mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan gas buminya sendiri tanpa harus melakukan impor,'' jelasnya.

Bahkan, lanjut Rofi, kenaikan penggunaan gas karena proyek listrik 35000 MW pun masih dapat dipenuhi oleh pasokan gas bumi dalam negeri. Di samping itu, terdapat penambahan potensi pasokan gas bumi dari dalam negeri yaitu Blok Masela.

Rofi mencontohkan, di tahun 2018 besok saja, ekspor gas bumi Indonesia ke Korea dan Jepang juga berakhir dari 3 blok gas yaitu Mahakam, Sanga Sanga, dan East Kalimantan yang mencapai 5,5 juta ton per tahun (MTPA). Semua potensi gas di 3 blok ini dapat dialihkan untuk memenuhi permintaan dari dalam negeri.

''Pemerintah harus mulai mengubah paradigma bahwa sejatinya gas bumi bukanlah komoditas ekspor, tetapi gas bumi adalah unsur penting dalam road map pencapaian kedaulatan energi dan modal dasar bagi pembangunan industri dalam negeri,'' ujar dia.

Sebelumnya,pemerintah akhirnya menyetujui PLN untuk mengimpor gas LNG dari Singapura untuk memenuhi kebutuhan PLTU milik PLN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement