Jumat 25 Aug 2017 20:35 WIB

Pemerintah Luncurkan Pembiayaan Mikro Perumahan

Pembiayaan Syariah Perumahan
Foto: Republika/Mardiah
Pembiayaan Syariah Perumahan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) meluncurkan program pembiayaan mikro perumahan (PMP) untuk memberikan kesempatan kepada Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) sektor informal untuk memiliki akses pembiayaan dari perbankan.

"Kemarin (24/8) sudah diluncurkan. PMP ini tak ada anggaran dari pemerintah dan berbunga komersial," kata Dirjen Jenderal Pembiayaan Perumahan, Kementerian PUPR Lana Winayanti kepada pers di Jakarta, Jumat (25/8).

Lana menjelaskan program ini mensyaratkan MBR sektor informal seperti penjual bakso, pedagang kaki lima, nelayan dan profesi informal lainnya harus membentuk komunitas terlebih dahulu untuk memudahkan pembinaan dan pendampingan oleh para pihak.

"Pada tahap awal kita sudah MoU dengan beberapa perbankan seperti BRI untuk 3.000 nasabah MBR sektor informal, Bank Kesejahteraaan Ekonomi untuk 500 nasabah, Perum Pegadaian dan Yayasan Habitat dan lainnya," katanya.

Lana juga menyebutkan program ini saat ini masih dalam masa persiapan dan diharapkan pada akhir tahun sudah terlihat hasilnya.

Secara umum, Lana menyampaikan bahwa MBR sektor informal dalam program ini memiliki akses untuk dibiayai maksimum Rp50 juta dan bisa dilakukan secara bertahap dengan masa pinjaman 3-5 tahun.

"Mereka ini secara ekonomi berkemampuan mengembalikan kredit justru tidak jangka panjang hingga di atas 10 tahun misalnya seperti KPR FLPP," katanya.

Oleh karena itu, tegasnya, mereka bisa melakukan pinjaman kepada perbankan tidak hanya sekali. "Jika hasil evaluasi pihak terkait mereka mampu meminjam kembali ya masih terbuka peluang. Jadi, pertama pinjaman untuk beli kavling, pinjaman kedua bangun rumah tipe 18, dan berikutnya bisa pinjam lagi untuk menambah rumah ke tipe 36," katanya.

Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S. Atmawidjaja membenarkan bahwa program ini belum memiliki payung hukum seperti Keputusan Menteri karena ini merupakan tes pasar.

"Kita pakai mekanisme pasar. Ini masih uji coba karena selama ini seperti tukang bakso tidak dapat akses ke perbankan. Jadi mereka dibantu untuk mendapatkan akses dulu," katanya.

Namun, kata Endra, jika ternyata potensinya besar, maka bisa saja ditingkatkan memiliki payung hukum agar ada tanggung jawab pemerintah, misalnya dari sisi anggaran.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement