Kamis 17 Aug 2017 18:45 WIB

Indef: Porsi Subsidi 2018 Jangan Jadi Alat Politik

Rep: Intan Pratiwi/ Red: Nidia Zuraya
 Presiden Joko Widodo menyerahkan RUU APBN 2018 kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan Ketua DPD Oesman Sapta Odang dalam Sidang Paripurna DPR Tahun 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Presiden Joko Widodo menyerahkan RUU APBN 2018 kepada Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dan Ketua DPD Oesman Sapta Odang dalam Sidang Paripurna DPR Tahun 2017 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Ekonomi Indef, Ahmad Heri Firdaus menilai porsi anggaran untuk subsidi pada RAPBN 2018 ini diharapkan memang bisa diperuntukan bagi masyarakat. Ia menilai jangan sampai subsidi yang memang meningkat pada tahun ini hanya dijadikan ajang politik Pilpers yang euforianya sudah diterasa di tahun depan.

"Jadi jangan sampai tujuan ini tujuan politis. Ini jangan sampai karena poltik. Harapannya ini bisa meningkatkan daya beli masyarakat ketimbang faktor politisnya," ujar Heri saat dihubungi Republika, Kamis (17/8).

Heri menjelaskan porsi subsidi yang semula sebesar Rp 80 triliun lebih kini naik menjadi Rp 103 triliun. Heri berharap naiknya porsi subsidi ini memang dialokasikan untuk bisa menjaga daya beli masyarakat dan tidak membenani masyarakat karena harga bahan pokok menjadi naik.

Ia mengatakan porsi subsidi yang dialokasikan khususnya di bidang energi memang dinilai pemerintah agar bisa mengurangi beban masyarakat atas kondisi ekonomi global yang masih belum stabil.

"Harga komoditas dunia yang juga masih belum stabil membuat pemerintah memperbesar porsi subsidi energi. Pemerintah artinya ingin menjaga gejolak harga komoditas dunia agar daya beli masyarakat tidak terganggu," ujar Heri.

Heri menjelaskan besarnya porsi subsidi energi pada tahun ini diharapkan memang bisa berperan untuk menjaga stabilitas ekonomi masyarakat.

"Ini yang saya lihat tahun depan APBN nya bertema kerakyatan. Tujuannya meningkatkan daya beli dan menjaga stabilitas ekonomi. Gejolak ekonomi global juga sulit diprediksi. Hal ini bisa berpengaruh pada konsusmi domestik, ini bantuan harus dialokasikan disana," ujar Heri.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement