REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo, persetujuan Komisi XI DPR terhadap Perppu Nomor 1 Tahun 2017 untuk disahkan menjadi Undang -undang dalam sidang paripurna merupakan hal yang positif. Sebab, lanjut dia, aturan ini lahir di tengah upaya Pemerintah membangun sistem perpajakan yang kuat dan kredibel, melalui program reformasi pajak.
''Di awal, saya tak sungkan mengucapkan 'Selamat datang era baru perpajakan','' ucap Yustinus, dalam siaran pers yang diterima, Selasa (25/7).
Ia mengatakan, aturan itu ibarat seseorang yang bercita-cita membangun sebuah rumah, lengkap dengan mimpi dan imajinasi tentang arsitektur, konstruksi, desain interior yang nyaman. Disetujuinya Perppu ini oleh DPR ibarat IMB (Ijin Mendirikan Bangunan) yang memberi kepastian tentang boleh tidaknya rumah baru didirikan.
''Pasca mengantongi IMB, kita bisa lebih fokus membangun rumah dan menyelesaikannya dengan baik,'' ujar dia.
Tanpa IMB, lanjutnya, rumah tidak bisa dibangun, atau setidaknya jika dipaksakan kan mendirikan bangunan ilegal. Sebaliknya, meski mengantongi IMB, jika kantong cekak dan tak siap dengan rencana anggaran, arsitektur, dan prasyarat lainnya, rumah itu hanya berdiri di atas kertas ijin, tak akan pernah nyata berdiri dan kita mukimi.
Usai mengantongi IMB, Yustinus memaparkan, pemerintah bisa mulai menyiapkan desain, rencana konstruksi, anggaran, termasuk bagaimana kelak rumah ini dihuni, siapa yang berhak, dan budaya macam apa yang ingin dirawat dan dikembangkan. Gambar sistem perpajakan sedang dilukis oleh Tim Reformasi yang melibatkan banyak pihak.
''Ringkasnya, kita ingin membangun sistem perpajakan yang kredibel, kuat, transparan, adil dan ditopang otoritas pajak yang kuat, kompeten, berintegritas, termasuk memupuk partisipasi masyarakat wajib pajak yang secara sukarela gembira membayar pajak,'' jelas dia.