REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai posisi utang pemerintah pada 2016 masih cukup aman dengan rasio utang terhadap PDB sebesar 28 persen atau sekitar Rp 3.466 triliun.
"Angka rasio utang tersebut masih lebih rendah daripada beberapa negara G-20 dan negara ASEAN," kata Sri Mulyani dalam Rapat Paripurna Pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN 2016 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (18/7).
Ia mencontohkan rasio utang Malaysia sebesar 53,2 persen dan Thailand sebesar 44,4 persen dari PDB negara-negara tersebut. Sri Mulyani menegaskan bahwa Pemerintah selalu memperhitungkan keberlanjutan APBN dan kemampuan untuk membayar utang tersebut.
Pemerintah juga telah berupaya menggunakan utang pemerintah hanya untuk mendanai program-program produktif yang akan menghasilkan potensi penerimaan. "Defisit dan tambahan utang harus mampu mendorong peningkatan pendapatan masyarakat, seperti pembangunan infrastruktur, program pengentasan masyarakat dari kemiskinan, peningkatan kesehatan, dan kualitas pendidikan," ucap Sri Mulyani.
Dengan demikian, defisit tidak menjadi pemicu krisis kepercayaan dan utang tetap dapat dikelola pada tingkat yang aman dan sesuai dengan kemampuan untuk membayar kembali. Sri Mulyani mengatakan bahwa Pemerintah sependapat dengan pandangan dan masukan dari Fraksi PDlP agar struktur utang harus dikelola dengan baik sehingga tidak membebani keuangan negara.
Untuk itu, kebijakan pembiayaan dan pengadaan utang baru lebih memprioritaskan sumber dalam negeri, yaitu penerbitan SBN. Pengadaan utang baru dilakukan dengan mempertimbangkan kebutuhan pengeluaran belanja, ketersediaan alternatif sumber pembiayaan, serta kondisi portofolio dan risiko utang.
Sri Mulyani menjelaskan bahwa wujud nyata untuk mengendalikan defisit agar tetap di bawah tiga persen adalah dengan keputusan pengurangan belanja dan penerapan disiplin belanja. Pada 2016, rasio defisit adalah 2,49 persen terhadap PDB, dan pertumbuhan ekonomi adalah sebesar 5,02 persen.
Hal ini menunjukkan pemerintah dapat mengendalikan defisit pada tingkat yang masih produktif yang sekaligus menjaga momentum pertumbuhan ekonomi untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.
"Untuk mengendalikan defisit anggaran dan mencegah tambahan utang secara hati-hati, Pemerintah akan terus meningkatkan penerimaan perpajakan dan penerimaan negara bukan pajak serta melakukan efisiensi terhadap belanja yang tidak produktif," kata Sri Mulyani.