Jumat 09 Jun 2017 03:38 WIB

Batas Saldo Wajib Lapor Rp 1 Miliar tak akan Berubah Lagi

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Budi Raharjo
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Pemerintah menjamin batasan saldo yang wajib dilaporkan oleh perbankan kepada otoritas perpajakan sebesar Rp 1 miliar tidak akan direvisi lagi. Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan angka itu sudah menjadi keputusan akhir Kemenkeu.

Sebelumnya batas minimal saldo itu dinaikkan dari sebesar Rp 200 juta menjadi Rp 1 miliar. "Sudah final ini," ujar Suahasil singkat usai menghadiri rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Kamis (8/6).

Suahasil sendiri mengaku pemerintah tidak khawatir bahwa nasabah akan menarik dana segarnya dari perbankan. Sejak beleid berupa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 70 tahun 2017 tengang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan diterbitkan, memang muncul berbagai kekhawatiran terkait jaminan bahwa data nasabah yang dipertukarkan tidak akan disalahgunakan.

Bahkan, muncul kekhawatiran bahwa masyarakat akan kembali ke pola "menabung di bawah bantal" untuk menggambarkan kepanikan nasabah dengan menarik tabungan mereka dari bank. "Di bawah bantal nggak dapat bunga. Kalau beli properti ya dorong properti. Kita bisa melihat kan, negara mana saja yang ikut AEoI. Panama saja ikut," ujar Suahasil.

Suahasil menjelaskan, sebetulnya secara prinsip dalam aturan yang dibuat OECD tidak ada aturan detil tentang batas saldo minimal yang harus dilaporkan perbankan kepada otoritas pajak atas nasabah domestik. Hanya saja, batasan yang dibuat di Indonesia berkaitan dengan kapasitas Ditjen Pajak dalam melakukan pemeriksaan untuk setiap rekening yang dilaporkan.

"Tidak perlu alergi data itu dimiliki oleh DItjen Pajak. Mereka punya kewajiban pengelolaan yang baik, dia musti punya sistem IT yang baik, tata kelola baik, mesti dipakai sesuai dengan aturanm" ujar dia.

Sebelumnya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) nomor 1 tahun tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan. Aturan ini diterbitkan untuk memenuhi syarat yang diberlakukan oleh OECD, bahwa setiap negara yang ingin bergabung dalam era keterbukaan informasi keuangan (AEoI) harus memiliki aturan primer dan sekunder yang memberikan panduan prosedur pertukaran informasi.

Aturan primer melalui Perppu dan aturan sekunder melalui PMK harus terbit sebelum Juni 2017, agar Indonesia bisa bertukar informasi perpajakan dengan 99 negara lain dunia yang menerapkan AEoI pada 2017 dan 2018 mendatang.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement