Senin 17 Apr 2017 11:48 WIB

BPK: Kerugian Keuangan Negara Mencapai Rp 12,59 Triliun

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Badan Pemeriksa Keuangan
Foto: ANTARA/Andika Wahyu
Badan Pemeriksa Keuangan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) bertemu dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Negara. Pertemuan ini guna melaporkan ikhtisar hasil pemeriksaan semester (IHPS)‎ semester II 2016.

Kepala BPK Harry Azhar Azis mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan pada pemerintah pusat, daerah, BUMN, dan badan lainnya. Dari ketidakpatuhan terhadap peraturan perundangan-udangan‎ yang permasalahannya berdampak finansial mencapai Rp 12,59 triliun. Nilai ini termasuk dalam temuan ketidakpatuhan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mencapai Rp 19,48 triliun.

Dari kerugian finansial tersebut, terdapat 1205 temuan memberikan kerugian negara mencapai Rp 1,37 triliun, 329 potensi memberikan kerugian negara mencapai Rp 6,55 triliun, dan 434 kekurangan penerimaan yang ditaksir mencapai Rp 4,66 triliun.

"Dari permasalan yang kita ungkap terdapat tiga hal yang harus segera diperbaiki. Pertama Jaminan Kesehatan Nasional, penyediaan sarana dan prasarana pendidikan, dan perpajakan," ujar Harry kepada Presiden Jokowi, Senin (17/4).

Mengenai jaminan kesehatan yang belum memadai, ini dikarenakan pelayanan kesehatan pada pusat kesehatan masyarakat (Puskesmas) dan rumah sakit umum daerah (RSUD) belum didukung dengan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang memadai.

Hingga saat ini sedikitnya terdapat 155 pemerintah daerah yang program jaminan kesehatannya belum terintegrasi dengan program jaminan kesehatan nasional.

Sedangkan mengenai perbaikan kualitas pendidikan, pembagian tugas dan tanggung jawab penyediaan sarana dan prasarana jenjang Sekolah Dasar, SMP, SMA atau SMK antara pemerintah pusat pemerintah daerah diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Permasalahan yang perlu mendapat perhatian dis sektor perpajakan, antara lain bahwa wajib pajak (WP) Wajib Pungut Pajak Pertambahan Nilai pada empat kantor pajak pratama (KPP) WP Besar terindikasi belum menyetorkan pajak pertambahan nilai (PPN) yang dipungut sebesar Rp 910,06 miliar dengan potensi sanksi administrasi bunga minimal Rp 538,13 miliar. Selain itu, Wajib Pungut PPN terlambat menyetorkan PPN yang dipungut dengan potensi sanksi administrasi berupa bunga sebesar Rp 117,70 miliar. 

IHPS II Tahun 2016 merupakan ringkasan dari 604 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang diselesaikan BPK pada semester II tahun 2016. LHP tersebut meliputi 81 LHP  pada pemerintah pusat, 489 LHP  pada pemerintah daerah dan BUMD, serta 34 LHP pada BUMN dan badan lainnya. Berdasarkan jenis pemeriksaan, LHP dimaksud terdiri atas 9 LHP keuangan, 316 LHP kinerja, dan 279 LHP dengan tujuan tertentu (PDTT). 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement