Kamis 06 Apr 2017 15:55 WIB

Pemberian Izin Ekspor untuk Freeport Dinilai Cacat Hukum

Rep: Amri Amrullah/ Red: Nur Aini
 Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar
Foto: dok : Humas FPKS DPR RI
Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PKS Rofi Munawar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah akhirnya memberikan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara kepada PT Freeport Indonesia (PTFI). Bagi Anggota Komisi VII DPR RI Rofi Munawar keluarnya IUPK sementara kepada Freeport itu berpotensi timbulkan diskriminasi industrial dan sarat dengan cacat hukum dalam pelaksanaannya.

Karena itu, Rofi mengaku heran atas keluarnya kebijakan IUPK sementara, di mana pemerintah memberikan dispensasi kepada PTFI agar tetap dapat melakukan ekspor konsentrat selama 8 bulan hingga 10 Oktober 2017.

"Dalam UU minerba tidak dikenal istilah 'IUPK dementara', karena hanya mengenal IUPK, KK, dan IUP. Atas dasar regulasi apa pemerintah memberikan izin kepada PT FI?" ujar Rofi di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/4).

Rofi menambahkan, sesungguhnya dengan keluarnya kebijakan tersebut tidak ada jaminan bagi PTFI untuk pada akhirnya mengikuti seluruh klausul yang diminta dalam negosiasi sebelumnya. Kebijakan ini juga dipastikan akan menimbulkan adanya perbedaan perlakuan atau diskriminasi industrial dari perusahaan yang sejenis seperti PTFI.

“Pemerintah tidak konsisten dan tegas dalam mendesak PTFI masuk ke negosiasi yang sesuai dengan ketentuan UU Minerba. Setidaknya kebijakan yang baru dikeluarkan ini menunjukan bahwa Pemerintah lemah dan tidak serius menegakan aturan yang ada,” kata Anggota DPR dari Fraksi PKS ini.

Rofi menilai IUPK sementara akan memberikan dampak bahwa telah terjadi ketidakpastian hukum dalam industri minerba di Indonesia. Selain itu ia menjelaskan, selama ini perusahaan yang berstatus KK menurut UU Minerba jika ingin tetap ekspor konsentrat maka harus mengubah statusnya menjadi IUPK. Namun jika tetap dengan status yang sama maka harus taat pada ketentuan renegosiasi kontrak dengan di antaranya mampu membangun pabrik pemurnian mineral (smelter) pada 2017.

“Dengan keluarnya IUPK sementara, sesungguhnya belum ada solusi permanen yang didapatkan dari proses negosisasi antara PTFI dengan pemerintah. Ini lebih terlihat hanya sebagai upaya ‘prematur’ untuk sekedar meredam gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kerugian operasional PT FI,” ujar Rofi.

Sebagai informasi, pascapenerbitan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 (PP 1/2017) pada Januari 2017 lalu, PTFI tak bisa lagi mengekspor konsentrat. Karena, berdasarkan PP 1/2017 ini, PTFI harus mengubah status Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), jika ingin mendapat izin ekspor konsentrat.

Baca juga: Kementerian ESDM Jelaskan Alasan Beri Izin Ekspor untuk Freeport

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement