Kamis 06 Apr 2017 13:12 WIB

Kementerian ESDM Jelaskan Alasan Beri Izin Ekspor untuk Freeport

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nur Aini
Hadi M Djuraid, Staf Khusus Menteri Perhubungan
Foto: Facebook
Hadi M Djuraid, Staf Khusus Menteri Perhubungan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M Djuraid menilai banyak yang menghakimi pemerintah seolah bersikap tidak konsisten, melunak, dan dipecundangi terkait keputusan memberikan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) yang membuat PT Freeport Indonesia dapat kembali melakukan ekspor konsentrat.

Hadi menjelaskan dalam berunding dengan PTFI, Kementerian ESDM berpedoman pada UU Nomor 4 Tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017. Atas dasar itu, kata dia, posisi dan sikap pemerintah menggunakan perundingan demi memastikan PTFI mengubah Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi, membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), dan divestasi saham hingga 51 persen.

"Tiga poin tersebut tidak bisa ditawar dan dinegosiasi. Yang bisa dirundingkan adalah bagaimana implementasinya," kata dia di, Jakarta, Kamis (6/4).

Sebelumnya, dalam konferensi pers 10 Februari 2017, CEO Freeport McMoran Richard Adkerson tegas menolak perubahan KK menjadi IUPK, menolak membayar bea keluar ekspor konsentrat, dan menolak divestasi saham 51 persen. Dia juga akan membawa ke arbitrase internasional kasus tersebut jika dalam 120 hari tidak tercapai kesepakatan dengan pemerintah.

Hadi menuturkan ketika mengawali perundingan pada Februari 2017, posisi kedua belah pihak sangat jelas. Kedua pihak sepakat membagi perundingan dalam dua tahap, yaitu perundingan jangka pendek dan perundingan jangka panjang. Jangka waktu perundingan adalah enam bulan, terhitung sejak Februari 2017. "Fokus perundingan jangka pendek adalah perubahan KK menjadi IUPK," ujarnya.

Ia menerangkan, perubahan KK menjadi IUPK menjadi prioritas karena sebagai dasar bagi perundingan tahap berikutnya. Kemudian IUPK memungkinkan operasi PTFI di Timika, Papua, kembali normal sehingga tidak timbul ekses ekonomi dan sosial berkepanjangan bagi masyarakat setempat.

Setelah empat pekan berunding, kata Hadi, PTFI sepakat menerima IUPK. Meski demikian perusahaan tersebut meminta perpanjangan waktu perundingan dari enam bulan sejak Februari menjadi delapan bulan sejak Februari. Kementerian ESDM menyepakati permintaan tersebut, sehingga waktu tersisa terhitung sejak April ini adalah enam bulan

"Enam bulan adalah waktu tersisa untuk perundingan  jangka panjang, meliputi pokok bahasan stabilitas investasi yang dituntut FI sebagai syarat menerima IUPK, kelangsungan operasi FI, dan divestasi saham 51 persen," tuturnya.

Hadi menegaskan sesuai PP 1/2017, pemegang IUPK bisa mengajukan rekomendasi ekspor konsentrat untuk enam bulan, dengan syarat menyampaikan komitmen pembangunan smelter dalam lima tahun, membayar bea keluar yang ditetapkan Menteri Keuangan, dan divestasi saham hingga 51 persen. Poin tentang divestasi akan masuk dalam pembahasan jangka panjang.

Mengenai progres pembangunan smelter, kata dia, akan diverifikasi oleh verifikator independen setelah enam bulan. Jika hasil verifikasi menunjukkan progres pembangunan smelter tidak sesuai dengan rencana yang telah disetujui Kementerian ESDM, maka rekomendasi ekspor akan dicabut.

"Ketentuan tersebut berlaku untuk semua pemegang IUPK, tanpa kecuali. Prosedur ini telah ditempuh pemegang KK lainnya yang telah beralih ke IUPK, yaitu PT Amman Mineral Nusa Tenggara," ujar Hadi

Ia menegaskan, dengan demikian jelas bahwa landasan operasi FI dalam enam bulan ke depan adalah IUPK. Menurut dia, target perundingan jangka pendek telah tercapai, termasuk kembali normalnya operasi FI di Timika sehingga ekses sosial dan ekonomi yang terjadi sejak pelarangan ekspor FI pada 12 Januari 2017 tidak meluas dan berkepanjangan.

Hadi  mengatakan perundingan tahap kedua akan dimulai pekan kedua April 2017, dengan landasan IUPK. Perundingan melibatkan instansi atau lembaga terkait, di antaranya Kemenkeu, BKPM, Kemendagri, Pemrov Papua -termasuk di dalamnya Pemkab Timika dan wakil masyarakat adat di Timika.

"Apabila setelah enam bulan ke depan tidak tercapai kesepakatan terkait poin-poin perundingan jangka panjang di atas, FI bisa kembali ke KK dengan konsekuensi tidak bisa melakukan ekspor konsentrat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement