Jumat 24 Mar 2017 16:00 WIB

Pekerja Freeport Butuh Perhatian Pemerintah

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Satria K Yudha
Karyawan karyawan PT Freeport Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (7/3).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Karyawan karyawan PT Freeport Indonesia berunjuk rasa di depan Kantor Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), Jakarta, Selasa (7/3).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Karyawan Freeport dan masyarakat Papua yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Peduli Freeport (GSPF) berharap pemerintah pusat dapat membuat keputusan dengan bijak mengenai status Freeport. Pemerintah dituntut memerhatikan kelangsungan hidup para pekerja Freeport dan masyarakat sekitar. 

Koordinator Lapangan GSPF Mikael Adii mengatakan, ketidakjelasan nasib Freeport saat ini merugikan banyak pihak. Dia mengungkapkan, sudah banyak karyawan Freeport yang dirumahkan. 

"Jika PT Freeport Indonesia berhenti beroperasi, akan ada puluhan ribu pengangguran baru di Papua. Kami ingin pemerintah memikirkan dampak ekonomi dan sosial yang akan terjadi," kata Mikael melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Jumat (24/3)

Dia menambahkan, konflik antara Freeport dengan pemerintah juga merugikan para pebisnis lokal. Kata dia, banyak pelaku usaha seperti pebisnis ayam, penyewaan mobil, hingga penginapan, kehilangan pelanggan lantaran banyak karyawan yang dirumahkan. 

"Efeknya berantai. Perekonomian kami lesu. Bahkan, ada bank lokal yang merugi akibat kredit macet karena adanya konflik ini," ungkapnya. 

Mikael mengatakan, GSPF telah melakukan aksi solidaritas di  Bundaran Timika Indah, Papua, Kamis (23/4). Menurutnya, aksi tersebut dihadiri sekitar 2 ribu orang.  Massa terdiri dari karyawan dan keluarganya, masyarakat adat dan perwakilan 7 suku, serta penduduk lokal Mimika. Mereka menagih respons pemerintah pusat terhadap aspirasi-aspirasi lokal yang telah mereka sampaikan sejak awal bulan lalu. 

"Freeport Indonesia telah berkontribusi membuka lapangan pekerjaan kepada lebih dari 120 ribu masyarakat Papua. Fakta ini harus diperhatikan pemerintah," ujar dia. 

Tokoh Pemuda Amungme, John Magal, berharap pemerintah mau duduk bersama dengan Freeport serta masyarakat adat pemilik ulayat terkait status kontrak dan kelanjutan produksi Freeport. "Kami meminta agar pemerintah pusat segera mengeluarkan izin ekspor konsentrat dan kepastian kelangsungan usaha PT Freeport Indonesia dengan tetap menghormati semangat yang tertuang dalam Kontrak Karya," katanya. 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement