Selasa 21 Mar 2017 16:32 WIB

Miliarder Rockefeller di Balik Penjarahan Kekayaan Alam Indonesia

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Nur Aini
Miliarder Amerika Serikat, David Rockefeller, meninggal pada usia 101 tahun pada Senin (20/3) waktu AS. Ia tercatat sebagai orang tua terkaya di dunia
Miliarder Amerika Serikat, David Rockefeller, meninggal pada usia 101 tahun pada Senin (20/3) waktu AS. Ia tercatat sebagai orang tua terkaya di dunia

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama David Rockefeller kembali bergaung setelah berita kematiannya meramaikan pemberitaan dunia. Orang tua terkaya sekaligus cucu termuda John D Rockefeller meninggal dalam usia 101 tahun, Senin (20/3). Rockefeller ternyata merupakan sosok di balik masuknya sejumlah perusahaan multinasional ke Indonesia termasuk Freeport.

Dilansir dari Bloomberg, pada saat kematiannya yang diakibatkan gagal jantung, kekayaan Rockefeller bernilai 3,3 miliar dolar AS. Angka tersebut membuatnya menjadi orang terkaya ke-604 di bumi. Selain berprofesi sebagai ekonom di Chase National Bank, peraih gelar PhD di bidang ekonomi dari University of Chicago ini juga merupakan kolektor seni dan seorang filantropis.

Pada 2006, ia mewariskan 225 juta dolar AS untuk Rockefeller Brothers Fund yang didirikan bersama saudaranya pada 1940. Rockefeller Brothers Fund didirikan untuk mempromosikan perubahan sosial di seluruh dunia.

Tahun sebelumnya, ia menyumbangkan 100 juta dolar AS untuk dua lembaga New York, Moseum of  Modern Art yang didirikan ibunya dan Rockefeller University, sekolah riset kesehatan yang diawali oleh sang kakek. Pada 2008, Rockefeller memberikan 100 juta dolar AS untuk almamaternya Harvard University di Cambridge, Massachusetts.

Kematian David Rockefeller menutup satu bab sejarah keluarga tersebut. Dikenal sebagai 'the Brothers', David, Laurance, John, Nelson, dan Wintrop melintasi yang saling berpotongan, bisnis, politik, filantropi, dan seni. Tidak ada keluarga AS lain yang pernah melakukannya.

"Tidak ada individu yang telah memberikan kontribusi untuk kehidupan komersial dan sipil di New York City lebih lama dari David Rockefeller," ujar mantan wali kota New York City Michael Bloomberg.

Selain memberi dampak bagi AS, miliarder yang terkenal dengan kedermawanannya itu rupanya juga memiliki peran penting bagi arah pembangunan Indonesia saat ini.

Seperti ditulis jurnalis Australia John Pilger di the Guardian dan buku berjudul Tell Me No Lies, pada November 1967 digelar konferensi tiga hari yang disponsori Time-Life Corporation di Jenewa, Swiss dan dipimpin Rockefeller. Semua perusahaan raksasa mengirim perwakilannya seperti perusahaan-perusahaan minyak besar, bank termasuk Chase Manhattan, General Motors, Imperial Chemical Industries, British American Tobacco, Siemens, US Steel, dan banyak lainnya. Mereka menanti bagi-bagi sumber daya alam dari presiden baru yang dianggap Richard Nixon hadiah terbesar dari Asia Tenggara.

Di seberang meja, ekonom pro-AS yang diutus Soeharto menyetujui pengambilalihan perusahaan dari negara mereka sektor per sektor. Freeport mendapat gunung tembaga di Papua Barat, konsorsium AS/Eropa mendapat nikel, dan perusahaan raksasa Alcoa mendapat sebagian besar bauksit Indonesia.

Tidak hanya itu, perusahaan-perusahaan Amerika, Jepang, dan Prancis mendapat jatah hutan tropis Sumatra. "Ketika penjarahan itu selesai, Presiden AS ke-36 Lyndon Johnson mengirim ucapan selamat," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement