Rabu 08 Mar 2017 14:45 WIB

Alasan Indonesia Perlu Jalin Perdagangan Bebas dengan Sri Lanka

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)
Foto: sustainabilityninja.com
Kapal Kargo pengangkut kontainer komiditi ekspor (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Indonesia berupaya untuk segera membangun kerja sama bilateral dalam bentuk free trade agreement (FTA ) atau perjanjian perdagangan bebas dengan Pemerintah Sri Lanka. Perjanjian ini dibutuhkan karena selama ini harga barang yang masuk baik dari Indonesia ke Sri Lanka maupun sebaliknya masih tinggi.

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengatakan, Indonesia memiliki keunggulan dalam komoditas atau barang untuk masuk ke Sri Lanka. Namun, jumlahnya saat ini masih terbatas karena tingginya bea masuk ke negara tersebut.

Dengan adanya FTA maka nilai bea masuk bisa ditekan bahkan dihilangkan sehingga produk yang masuk ke Sri Lanka tidak terlalu mahal. "Kita sudah surplus ke Sri Lanka hingga 200 juta dolar AS, tapi nilai ini masih kecil," kata Enggar ditemui di Istana Negara usai menerima Presiden Sri Lanka, Rabu (8/3).

Beberapa produk yang telah masuk ke Sri Lanka seperti komoditi tembakau untuk pembuatan rokok, makanan dan minuman, kemudian mobil yang dihasilkan dari Indonesia pun cocok digunakan di negara tersebut. Meski produk dalam negeri sudah bisa menembus pasar tersebut, tetapi masih banyak hambatan yang membuat produk ini tidak terserap maksimal yakni tarif masuk. Hambatan ini ada karena Indonesia dan Sri Lanka belum memiliki perjanjian perdagangan.

Sri Lanka, lanjut Enggar, sudah melakukan kerja sama perdagangan dengan negara-negara seperti Cina, Singapura, dan India. Untuk Indonesia, kedua belah pihak masih akan menyiapkan sejumlah draft yang nantinya akan dituangkan dalam FTA.

Namun, dalam membuat perjanjian ini membutuhkan waktu yang tidak sedikit. Untuk mengakali FTA yang akan dibahas bersama, Indonesia dan Sri Lanka bakal membuat Perjanjian Perdagangan Preferensial (PTA). Skema ini jauh lebih mudah karena masing-masng negara hanya membuat daftar beberapa barang yang diharap tidak terkena bea masuk ketika melakukan ekspor.

"Ini kita bikin list, mereka buat list juga. Dari list itu apa saja yang bisa didapatkan dan jauh lebih murah" ujar Enggar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement