Rabu 22 Feb 2017 18:15 WIB

Hadapi Kasus Freeport, Menkeu Minta Kepentingan Masyarakat Papua Dijaga

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Friska Yolanda
Kota Tembagapura yang indah dan dingin tempat para pekerja tambang PT Freeport Indonesia tinggal. Segala fasilitas tersedia di kota kecil ini.
Foto: Maspril Aries/Republika
Kota Tembagapura yang indah dan dingin tempat para pekerja tambang PT Freeport Indonesia tinggal. Segala fasilitas tersedia di kota kecil ini.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polemik soal perubahan status kontrak pertambangan antara PT Freeport Indonesia (PTFI) dan pemerintah belum juga menunjukkan titik temu. Perusahaan asal Amerika Serikat (AS) tersebut masih enggan mengubah status kontraknya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) secara utuh. PTFI ingin 'ruh' yang ada dalam IUPK sama dengan isi KK sebelumnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai, justru yang terpenting saat ini adalah mencari jalan agar kepentingan seluruh pihak bisa terakomodasi. Baik kepentingan pemerintah yang ingin patuh pada UU Minerba, PTFI yang mengacu pada KK, dan terlebih masyarakat Papua yang juga mendapat manfaat ekonomi dari aktivitas pertambangan di sana.

"Kegiatan ekonomi itu penting bagi Indonesia, bagi Papua, tapi juga bagi Freeport," ujar Sri di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Rabu (22/2).

Sri meminta PTFI tetap ikuti aturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, dalam hal ini adalah Undang-Undang(UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba). Ia menegaskan, langkah tersebut bukan berarti pemerintah ingin menghalangi atau menghambat investasi di dalam negeri, namun lebih kepada bentuk kepatuhan terhadap UU yang ada.

Selain mengupayakan meningkatkan investasi di Indonesia, pemerintah juga memastikan seluruh investor yang masuk tetap mematuhi dan tunduk kepada aturan dan ketetapan pemerintah yang berlaku. Termasuk dari sisi penerimaan, ia menyebutkan UU Minerba mengamanatkan adanya perbaikan pemasukan yang diterima negara.

Artinya, apapun bentuk atau status kontrak yang disepakati termasuk perubahan dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), harus tetap menjaga iklim investasi, kesempatan kerja, dorongan kepada ekpsor, industri hilir mineral, dan penerimaan negara yang terjamin. Bentuk penerimaan yang ia maksud adalah perpajakan yang harus ditanggung oleh Freeport seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), royalti atas aktivitas pertambangan, dan bea keluar ekspor.

Kemenkeu dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sedang melakukan persipaan untuk meninjau lagi berbagai penerimaan yang diatur dalam KK sebelum perubahan status kontrak ini. Ia menegaskan, perubahan status KK menjadi IUPK yang diinginkan pemerintah merupakan upaya untuk menjaga penerimaan negara atau malah mengalami peningkatan dari sektor minerba.

Seperti diketahui, pemerintah dan PTFI belum bisa memecah kebuntuan terkait perubahan status kontrak yang ditawarkan kepada pemerintah. Padahal, tawaran untuk mengubah KK menjadi IUPK sejatinya merupakan kunci bagi PTFI untuk bisa melanjutkan lagi aktivitas ekspor konsentrat mereka. Namun pihak perusahaan masih bersukukuh agar isi dari IUPK tidak berbeda dengan KK, termasuk di dalamnya poin-poin soal perpajakan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement