Jumat 17 Feb 2017 04:16 WIB

PemerintahTegaskan Freeport‎ Harus Ikut Aturan

Rep: Debbie Sutrisno/ Red: Budi Raharjo
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). (Antara/Muhammad Adimaja)
Petugas dari satuan Brimobda DIY Satgas Amole III 2015 BKO PT Freeport Indonesia berjaga di area tambang terbuka PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, Sabtu (19/9). (Antara/Muhammad Adimaja)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Freeport harus mengikuti aturan main pemerintah terkait dengan izin usaha yang berubah dari kontrak karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK). Perubahan ini membuat Freeport harus melakukan divestasi 51 persen sahamnya yang nantinya akan dibeli pemerintah.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, apa yang disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan terkait divestasi tersebut sudah benar. Bahkan divestasi ini seharusnya telah dilakukan beberapa tahun silam.

"Ini (divestasi) kan seharusnya memang dilakukan sejak 2009. Ya sekarang diulang lagi, jadi saya rasa sudah benar," kata Luhut ditemui usai rapat terbatas di Istana Negara, Kamis(16/2).

‎Freeport semestinya tidak boleh menolak keinginan pemerintah terkait divestasi saham itu. Perusahaan asal Amerika Serikat itu pun tidak boleh melakukan negosiasi ulang, karena peraturannya akan diterapkan untuk perusahaan pertambangan yang lain juga.

Menurut Luhut, adanya peraturan ini sudah seharusnya bisa diikuti semua pemegang kontrak karya. Sebab, hal ini telah menjadi aturan baku yang dikeluarkan pemerintah dan harus dilaksanakan setiap pelaku usaha yang berada di Indonesia.

Sementara, terkait dengan besaran pajak yang harus dibayarkan perusahaan pertambangan Amerika tersebut, Luhut belum bisa menjelaskan lebih jauh. Namun, saat ini PT Freeport masih meminta agar pajak yang dibayarkan ke Pemerintah Indonesia besifat nail down atau tidak berubah-ubah. Sedangkan pemerintah akan menerapkan sistem prevailing yakni besaran pajak yang bisa berubah sewaktu-waktu. ‎"Wong sudah keluar ini masa harus negosiasi,"‎ ujar Luhut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement