REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pertanian Amran Sulaiman berencana membangun lumbung pangan di wilayah perbatasan Indonesia. Selain untuk memenuhi kebutuhan wilayah tersebut juga untuk memudahkan ekspor.
"Ingin ekspor tinggal lempar," katanya pada saar rapat koordinasi nasional di gedung Kementerian Pertanian, Kamis (2/2).
Pengamat Pertanian Dwi Andreas mengatakan, pengembangan pertanian di perbatasan hal yang baik namun tidak mudah untuk melakukannya. Berkaca dari masa lalu, kegagalan untuk menjadikan wilayah perbatasan sebagai lumbung pangan seringkali gagal. "Dulu saya pernah mengunjungi Natuna, disana pernah dikembangkan pertanian sampai akhirnya gagal total pada tahun 80-an," ujar dia.
Ada beberapa alasan yang menjadi penyebab kegagalan tersebut, pertama, kata dia, budaya setempat tidak terbiasa dengan budaya menanam padi dan masyarakat setempat memilih mendatangkan dari luar daerah bahkan luar negeri. Agroklimat juga berpengaruh terhadap lokasi tanam. "Ketika agroklimat tidak memenuhi ya tidak perlu dipaksakan karena selain cost sangat tinggi juga risiko kegagalannya tinggi," lanjut dia.
Di beberapa wilayah okupasi tersebut, kata dia, petani atau yang mengembangkan bukannya mendapatkan keuntungan tapi malah rugi. Sebab, biaya usaha tani sangat tinggi sedangkan harga yang mereka terima cukup rendah sehingga merugi. "Sudah banyak contoh yang mengalami kerugian besar terkait pengembangan padi," tambah dia.
Sedangkan, harapan untuk melakukan ekspor diakui Dwi sulit karena harga beras di Indonesia sekarang ini kira-kira dua kali lebih tinggi dibanding harga beras internasional. "Jadi ada banyak hal yang perlu dipertimbangkan," ujar guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) itu.