Rabu 01 Feb 2017 16:44 WIB

Menteri Luhut Ungkap Dasar Pertimbangan Beri Izin Ekspor Freeport

Red: Nur Aini
Luhut Binsar Panjaitan
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Luhut Binsar Panjaitan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menanggapi rencana pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara yang akan diberikan kepada PT Freeport Indonesia.

Perubahan status kontrak dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK dibutuhkan perusahaan tambang agar bisa mengekspor hasil galian mineral.

Luhut mengatakan proses perubahan KK menjadi IUPK membutuhkan waktu tiga hingga enam bulan sehingga pemerintah memberikan IUPK sementara jika memenuhi persyaratan dasar. "Kan cuma sementara, karena kalau membuat yang asli kan butuh proses waktu ya," ucap Luhut di Jakarta, Rabu (1/2).

Menurut mantan Menko Polhukam itu, jika IUPK sementara tidak diterbitkan, maka perusahaan tambang tidak bisa mendapatkan izin ekspor konsentrat. Hal tersebut dikhawatirkan berdampak signifikan terhadap roda perekonomian lantaran diprediksi akan terjadi pemutusan hubungan kerja di sektor tersebut. "Kalau sekarang nggak dikeluarkan (izinnya), kan nggak bisa dapat izin ekspor. Makanya sambil menunggu IUPK (yang sifatnya tetap) ini, mereka masih bisa ekspor," tuturnya.

Luhut menuturkan, pemerintah terus mencari solusi terbaik dalam pengolahan mineral. "Kita cari solusinya. Memang ini barang dari awal sudah enggak jelas kan, artinya sudah ada masalah. Kami cari tenggat waktu melihat ini," ujarnya. Hal ini karena, banyak pihak berpendapat pemberian IUPK sementara akan melanggar hukum karena tidak tercantum dalam aturan yang ada. "Saya sudah tanya Pak Jonan (Menteri ESDM). Kata Pak Jonan sih (ini) memang solusi sementara yang terbaik. Karena kalau nggak, kita keluarkan izinnya, prosesnya juga lama," katanya.

Luhut menegaskan, rencana pemberian IUPK sementara bukan untuk mengakomodasi kepentingan salah satu perusahaan tambang, yakni Freeport. Ia juga menegaskan perusahaan yang ingin mengubah status kontraknya menjadi IUPK dari KK tetap harus memenuhi persyaratan yang ada, seperti komitmen membangun smelter hingga divestasi 51 persen. "Mereka harus 'comply' (patuh) dengan ketentuan yang kita minta seperti divestasi," ujarnya.

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral Dan Batu bara (Minerba), pemerintah memperpanjang pelaksanaan ekspor konsentrat dengan sejumlah syarat. Perusahaan pemegang KK harus beralih operasi menjadi perusahaan IUP (Izin Usaha Pertambangan) dan IUPK jika ingin mendapatkan rekomendasi ekspor konsentrat. Persetujuan dan penolakan rekomendasi ekspor diberikan paling lambat 14 hari kerja. Selanjutnya, pemegang IUP dan IUPK juga harus membuat pernyataan kesediaan membangun smelter dalam jangka waktu lima tahun. Setiap enam bulan, pembangunan smelter akan dievaluasi dan perusahaan harus memenuhi minimal 90 persen persyaratan pembangunan yang ditetapkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement