Selasa 31 Jan 2017 00:47 WIB

Mayoritas Masyarakat NTB Sudah Dialiri Listrik

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Budi Raharjo
Dua petugas PT PLN tengah melakukan perbaikan jaringan listrik.
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Dua petugas PT PLN tengah melakukan perbaikan jaringan listrik.

REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN Wilayah NTB menargetkan rasio elektrifikasi di NTB pada 2020 mencapai 92,75 persen. General Manager PLN Wilayah NTB Karyawan Aji mengatakan, rasio eletrifikasi untuk NTB hingga Desember 2016 lalu sudah mencapai 77,68 persen.

"Kami targetkan rasio elektrifikasi dapat meningkat 4 persen hingga 5 persen per tahun," ujarnya di Mataram, NTB, Senin (30/1). Elektrifikasi merupakan rasio warga atau rumah yang sudah mendapatkan aliran listrik.

Ia menambahkan, dari sisi ketersediaan daya, untuk sistem kelistrikan Lombok memiliki daya mampu sebesar 245 megawatt (MW) dengan beban puncak mencapai 225 MW. Untuk sistem kelistrikan Sumbawa memiliki daya mampu sebesar 56 MW dengan beban puncak 42 MW. Sedangkan, untuk daya mampu Sistem Bima sebesar 57 MW dengan beban puncak sebesar 42 MW.

"Ketiga sistem saat ini dalam kondisi surplus, namun belum aman, karena cadangan dayanya belum mencapai 30 persen. Oleh karena itu pembangunan infrastruktur kelistrikan mutlak diperlukan, apalagi melihat kebutuhan listrik NTB yang terus meningkat," lanjutnya.

Aji melanjutkan, pertumbuhan kebutuhan daya dilihat dari beban puncak kelistrikan NTB terus mengalami peningkatan rata-rata 12 persen hingga 13 persen dalam 6 tahun terakhir. Dari total tiga sistem kelistrikan yang ada di NTB tesebut, beban puncak pada 2010 hanya sebesar 162 MW, dan terus meningkat menjadi 309 MW pada 2016.

"Pertumbuhan kebutuhan listrik di NTB cukup tinggi. Jika infrastruktur kelistrikan ini tidak dibangun, beberapa tahun mendatang NTB akan mengalami defisit listrik kembali," ungkapnya.

Aji memaparkan, dari Program 35 ribu MW, Provinsi NTB diproyeksikan mendapat tambahan 500 MW. Pembangkit tersebut antara lain PLTGU Lombok Peaker berkapasitas 150 MW, PLTMG Sumbawa berkapasitas 50 MW, PLTMG Bima berkapasitas 50 MW, PLTU Lombok 2x50 MW, dan PLTU Lombok 2 berkapasitas 2x50 MW.

Sementara, satu pembangkit Program 35.000 MW yaitu Mobile Power Plant (MPP) Lombok berkapasitas 2x25 MW yang berlokasi di Jeranjang sudah beroperasi sejak Oktober 2016 lalu.

Selain itu, PLN juga akan menambah beberapa pembangkit, antara lain Kapal pembangkit listrik Marine Vessel Power Plant (MVPP) berkapasitas 150 MW yang saat ini dalam proses perizinan sandar kapal dan operasi, serta PLTU IPP Lombok Timur berkapasitas 2x25 MW yang saat ini sedang melakukan uji coba.

Aji menyebutkan, kedua pembangkit ini akan memperkuat Sistem Kelistrikan Lombok pada 2017. Selain itu, di Pulau Sumbawa PLTU Sumbawa Barat berkapasitas 2x7 MW diproyeksikan dapat beroperasi 2017.

Selain membangun pembangkit, PLN juga akan membangun jaringan transmisi interkoneksi Pulau Lombok menggunakan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV dan Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 150 kV yang ditargetkan beroperasi pada 2017.

Namun, hingga saat ini, khususnya pembangunan SUTT terkendala oleh pembebasan lahan. Dari total 74 tower yang akan dibangun untuk menghubungkan Ampenan – Tanjung, saat ini masih terdapat 5 tower yang tanahnya belum dapat dibebaskan. Untuk interkoneksi Sumbawa – Bima masalah yang dihadapi oleh PLN tidak jauh berbeda, yaitu kesulitan dalam pembebasan lahan.

"Kami berharap masyarakat dapat mendukung pembangunan ini, dengan membebaskan lahannya. Karena meskipun pembangkit berlebih, namun jika jaringannya tidak ada, listrik tidak akan andal. Dan satu tower saja tidak terbangun, maka transmisi ini tidak dapat beroperasi," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement