Jumat 27 Jan 2017 09:18 WIB

Menperin: Industri Topang Perekonomian Inklusif

Rep: debie sutrisno/ Red: Nidia Zuraya
 Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan sambutannya dalam CIMB Niaga Economic Forum 2017 di Jakarta, kamis (26/1).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto memberikan sambutannya dalam CIMB Niaga Economic Forum 2017 di Jakarta, kamis (26/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- ‎ Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa industri non-migas berperan penting dalam mendorong pembangunan ekonomi yang inklusif. Hal ini akan memberikan manfaat bagi kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia sesuai dengan fokus utama pemerintah tahun ini mengenai pemerataan.

Industri merupakan penggerak utama laju perekonomian nasional. Pada triwulan III tahun 2016, industri pengolahan non-migas mampu memberikan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 18 persen atau tertinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya.

Namun, kontribusi tersebut akan lebih tinggi lagi jika digabungkan dengan sumbangan dari jasa industri sekitar 12 persen. “Jadi, total kontribusinya bisa mencapai 30 persen. Di tengah pelemahan ekonomi dunia saat ini, kami berupaya dapat meningkatkan kontribusi industri non-migas pada PDB hingga 20 persen,” kata Ailangga pada acara CIMB Niaga Economic Forum 2017 di Jakarta, melalui siaran pers Jumat (27/1).

Untuk itu, Kementerian Perindustrian memprioritaskan pengembangan 11 sektor industri unggulan, yang meliputi industri makanan dan minuman, industri farmasi, kosmetik, dan alat kesehatan, industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka, industri alat transportasi, industri logam dasar dan bahan galian bukan logam, industri elektronika dan telematika, industri kimia dasar berbasis migas dan batubara, industri hulu agro, industri pembangkit energi, industri barang modal, komponen, bahan penolong, dan jasa industri, serta industri kecil dan menengah (IKM) di bidang kerajinan dan kreatif.

Industri makanan dan minuman memberikan kontribusi terbesar ke PDB mencapai Rp 540 triliun. Disusul industri elektronika dan logam sebesar Rp 334 triliun, sudah termasuk nilai tambah material atau mineral. Dengan adanya hilirisasi, dalam tiga tahun terakhir ini pertumbuhan sektor-sektor tersebut cukup luar biasa.

Kontribusi selanjutnya diikuti oleh industri alat transportasi Rp 182 triliun, industri farmasi Rp 164 truliun, serta industri tekstil, kulit, alas kaki, dan aneka Rp 112 triliun. “Selain itu, industri barang modal, komponen, dan industri pembangkit listrik sebesar Rp45 triliun,” papar Ailangga.

Lebih lanjut, jika hilirisasi industri yang mampu memberikan nilai tambah di dalam negeri dapat terus ditingkatkan dan meluas, pertumbuhan ekonomi pun dapat lebih merata ke seluruh daerah di Indonesia. 

Contohnya pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Morowali bisa mencapai 60 persen atau di atas 12 kali pertumbuhan ekonomi nasional, karena kontribusi dari industri-industri smelter di kawasan tersebut. Airlangga menegaskan, syarat efisiensi dalam mengatur industri dari hulu sampai hilir, antara lain peningkatan pengelolaan aspek bahan baku, sumber daya manusia, teknologi, dan pasar yang berkelanjutan. 

Adapun enam kebijakan prioritas industri nasional yang akan dilaksanakan pada tahun 2017 meliputi, pertama, penguatan sumber daya manusia (SDM) melalui vokasi industri. 

“Kami menargetkan penciptaan satu juta SDM tersertifikasi kompetensi pada 2019 lewat program link and match antara Sekolah Menengah Kejuruan dengan industri,” jelasnya.

Prioritas kedua adalah pendalaman struktur industri lewat penguatan rantai nilai industri. Kebijakan ini bertujuan untuk mengembangkan sektor industri yang saling terkait mulai dari industri hulu, antara, hingga hilir. Ketiga, program pengembangan industri padat karya dan berorientasi ekspor. 

Kebijakan yang keempat adalah pengembangan IKM lewat platform digital. Kemenperin akan menyusun data IKM yang aktif berproduksi untuk ikut serta di pasar online. Dua kebijakan yang terakhir adalah pengembangan industri berbasis sumber daya alam dan pengembangan perwilayah industri. Keduanya bertujuan membangun pusat industri baru di area penghasil sumber daya alam, terutama di luar Jawa.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement