Kamis 26 Jan 2017 01:39 WIB

Kemenkop Pantau Investasi Bodong Berkedok Koperasi

Rep: melisa riska putri/ Red: Budi Raharjo
Investasi bodong
Investasi bodong

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Maraknya investasi bodong berkedok koperasi membuat Kementerian Koperasi dan UKM mengencangkan peran satuan petugas (satgas) pengawal koperasi. Ada sebanyak 1.712 orang satgas yang terdiri dari satgas tingkat provinsi dan satgas tingkat kabupaten/kota yang masing-masing berjumlah 5 orang.

Deputi Pengawasan Kemenkop UKM Suparno mengatakan, ada 204 unit di tingkat provinsi dan 3.084 unit yang menjadi target pengawasan. "Itu artinya sekitar 2,18 persen dari 150.223 unit total koperasi aktif," katanya kepada wartawan di Gedung Kemenkop UKM, Rabu (25/1).

Nantinya, pengawasan dan pemeriksaan menghasilkan rekomendasi yang harus dijalankan koperasi. "Kalau nggak, akan ada sanksi," katanya.

Sanksi tersebut bisa bertahap mulai dari peneguran hingga pencabutan izin. Hal tersebut perlu dilakukan agar koperasi berada menjalankan kaidah koperasi Indonesia. Sebab sejalan dengan kaidah koperasi Indonesia menjadi tolok ukur penilaian kesehatan koperasi.

Untuk menjalankan tugasnya secara maksimal, ia melanjutkan, satgas harus dibekali dengan kompetensi melalui pelatihan dan bimbingan teknis.

Selain membentuk satgas, pihaknya juga menjalin kerja sama dengan instansi terkait, salah satunya Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Bersama OJK, laporan dari masyarakat jika terkait koperasi maka pihaknya akan melakukan teguran dan pembinaan.

Namun ia menjelaskan, kebanyakan kasus investasi bodong merupakan ulah perorangan, bukan koperasi sebagai lembaga. "Kebanyakan orang mengatasnamakan koperasi demi menguntungkan pribadi-pribadinya," lanjut dia.

Para korban juga bukanlah anggota. Menurutnya, mereka masyarakat yang belum menjadi anggota tapi tertarik dengan iming-iming keuntungan yang dijanjikan.

Sayangnya, ia melanjutkan, mereka tidak mencari tahu lebih lanjut apakah investasi disalurkan kepada kegiatan koperasi atau usaha secara individu yakni pengurusnya."Kebanyakan hanya melihat bunganya bukan bagaimana uang tersebut digunakan," ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement