REPUBLIKA.CO.ID, BADUNG -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan negara harus terus memperbesar porsi investasi dan mengurangi porsi konsumsi dalam aktivitas perekonomiannya. Konsumsi selama ini masih mengambil porsi 56 persen dalam perekonomian nasional, sementara investasi 32 persen, dan sisanya dari pemerintah juga eksternal.
"Kita ingin menggenjot investasi menjadi 39 persen dengan konsumsi masih di atas 50 persen. Untuk ukuran internasional, posisi Indonesia ini cukup baik," katanya saat memberi kuliah umum tentang 'Efektivitas APBN untuk Membangun Negeri' di Universitas Udayana, Jumat (20/1).
Mantan direktur pelaksana Bank Dunia (World Bank) ini mengatakan banyak negara yang tingkat konsumsinya mendekati 60-70 persen, namun investasinya tetap tinggi karena bisa mengakomodasi modal. Indonesia dibandingkan negara lain di dunia dalam hal kinerja tidak buruk.
Dibanding negara anggota G20 dan ASEAN, kata Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi Indonesia tertinggi setelah Cina dan India. Jika dikomparasi dengan negara, seperti Brasil, Turki, Afrika Selatan, dan Rusia, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia cukup baik.
"Pertumbuhan ekonomi kita cukup merata, terutama sektor tersier dan primer," katanya.
Sektor pertambangan mengalami kontraksi karena pertumbuhan ekonomi dunia melemah. Permintaan komoditas melemah, sehingga harga komoditas menurun. Ekonomi Kalimantan, Sumatra, dan Papua bergantung pada komoditas, khususnya penggalian dan perkebunan.
Sejak 2015 sampai sekarang, kata Sri Mulyani pertumbuhannya masih negatif. "Ini menjadi tantangan untuk kita melakukan diversifikasi ekonomi," ujarnya.