Senin 09 Jan 2017 14:18 WIB

GAPMMI Minta Penerapan Teknologi untuk Cabai

Rep: Melisa Riska Putri/ Red: Winda Destiana Putri
Seorang buruh tani memanen cabai rawit di lahan pertanian Desa Perbawati, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (7/12). Dalam sepekan ini, harga cabai rawit di tingkat petani mengalami kenaikan.
Foto: Antara
Seorang buruh tani memanen cabai rawit di lahan pertanian Desa Perbawati, Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (7/12). Dalam sepekan ini, harga cabai rawit di tingkat petani mengalami kenaikan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengakui adanya produksi cabai di Tanah Air tidak membuat masyarakat kekurangan. Namun perlu ada pemetaan produksi dan kebutuhan untuk mengatasi lonjakan harga cabai yang kerap terjadi.

Penggunaan teknologi pascapanen juga diharapkan Adhi agar lebih digencarkan. Teknologi tersebut berupa teknologi penyimpanan dengan pendingin agar cadangan saat panen melimpah. "Disimpan dengan teknologi agar masa simpan lebih panjang," katanya, Senin (9/1).

Cabai merupakan komoditas hortikultura yang mudah mengalami pembusukan. Biasanya, dalam tiga hari saja cabai mulai membusuk. Dengan penerapan teknologi pascapanen akan menambah masa simpan misal menjadi tiga hingga enam bulan.

Pola konsumsi juga harus diatasi dengan baik. Selama ini masyarakat Indonesia gemar mengonsumsi cabai segar. Namun, menurut Adhi, kebiasaan tersebut harus diubah. Ia mencontohkan, masyarakat konsumen di beberapa negara mulai beralih mengonsumsi cabai kering dan cabai pasta dibandingkan cabai segar. "Saya kira itu harus disegerakan," lanjut dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement