REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemerintah berupaya menstabilkan harga cabai yang belakangan mengalami fluktuasi di beberapa daerah. Untuk mendukung upaya penstabilan itu, Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) berkoordinasi secara simultan untuk mengadakan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) cabai.
Bapanas bersama Dinas Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota melaksanakan kegiatan Gerakan Pangan Murah (GPM). Kemudian mendorong Gerakan Jual Cabai Harga Petani yang digagas Kementerian Pertanian, agar turut merambah ke wilayah yang bukan sentra produksi komoditas tersebut.
"Ini yang kita terus dorong untuk penstabilan cabai, terutama di Lombok Tengah dan Mataram," kata Kepala NFA, Arief Prasetyo Adi dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Ahad (9/3/2025).
Berdasarkan data Panel Harga Pangan, per 7 Maret 2025, indeks harga cabai rawit merah telah berada 49,97 persen melebihi Harga Acuan Penjualan (HAP) di tingkat konsumen. Rerata harga secara nasional untuk cabai rawit merah berada di harga Rp 85.482 per kilogram (kg).
"Selain GPM, kita juga akan upayakan penstabilan cabai dengan program Fasilitasi Distribusi Pangan (FDP). Ini karena pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus hadir untuk masyarakat dapat membeli pangan pokok dengan harga baik. Jadi skema kerja sama antar daerah yang surplus dengan daerah yang sedang defisit bisa dengan FDP ini," ujar Arief, menambahkan.
Sepanjang tahun 2024 pemerintah bersama segenap stakeholder pangan telah melaksanakan FDP yang realisasinya total mencapai 750 ribu per kg. Dari itu, FDP cabai total terlaksana sebanyak 250 ribu per kg. Ini terdiri dari cabai merah besar 206,4 per kg; cabai merah keriting 38,7 ribu per kg; dan cabai rawit merah 4,9 ribu per kg.
Sebagaimana yang tersampaikan dalam Rakor SPHP cabai pada Rabu (5/3/2025), penyebab terjadinya fluktuasi harga cabai dikarenakan ketersediaan yang terbatas di Lombok Tengah dan bukan termasuk daerah sentra produksi cabai. Pasokan pun didatangkan dari Lombok Timur dengan harga Rp 180.000 per kg.
Sementara produksi cabai turut mengalami depresiasi akibat faktor musim hujan, sehingga terpaksa ada libur petik. Terlebih tidak semua petani cabai memiliki fasilitas green house, sehingga berpengaruh pada tumbuh kembang tanaman cabai.
"Cabai itu kalau hujan, bunganya rontok, sehingga tidak bisa sampai berbuah. Pemerintah ke depannya akan lebih mendorong petani cabai bisa menerapkan cungkup atau green house-nya. Dengan terapan itu bisa membantu tanaman cabai sampai bisa dipanen 20 kali," ujar Arief.
Situasi di lapangan menunjukkan harga cabai melambung tinggi. Saat rapat kerja dengan Komisi IV DPR RI, pada Senin (3/3/2025), Menteri Perdagangan Budi Santoso mengakui harga cabai rawit menembus angka Rp 100 ribu. Di daerah-daerah juga demikian.
Teranyar, ketika mendatangi salah satu pasar rakyat di Jakarta Pusat, Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan mendapati hal yang sama. Ia menanyakan langsung harga cabai rawit di pasar tersebut. Berdasarkan pengakuan pedagang-pedagang, harga komoditas tersebut juga di angka Rp 100 ribuan. Sejumlah pembeli juga mengatakan hal yang sama.
Bahkan ada yang mendapati harga cabai rawit per kilogram sekitar Rp 110 ribu- Rp 120 ribu. Pertanyaannya mengapa demikian? Di saat harga komoditas lain masih dalam batas wajar, cabai rawit mahal.
"Ya, cabai mungkin karena musim hujan. Kalau musim hujan kan panennya gagal," kata Menko Zulhas, di Pasar Johar, Jakpus, Rabu (5/3/2025).
Ia memprediksi situasi seperti ini tidak bertahan lama. Menurut Zulhas, biasanya sekitar dua minggu sudah mengalami penurunan. Harga acuan penjualan yang ditetapkan pemerintah (HAP) untuk komoditas cabai rawit antara Rp 40 ribu-Rp 57 ribu per Kg.
"Setelah nanti terang lagi, itu akan turun lagi. Itu kan memang kita kan masih pertaniannya, pertanian terbuka," ujar Zulhas.
Di berbagai daerah di Indonesia sedang mengalami musim hujan. Keadaan demikian memengaruhi proses panen cabai. Ditambah lagi, sudah memasuki bulan Ramadan.
Menurut Zulhas, saat ini, permintaan masyarakat akan komoditas tersebut berpotensi tinggi. "Cabai jadi primadona kalau puasa, apalagi nanti lebaran," kata Menko Pangan.