Rabu 07 Dec 2016 01:08 WIB

Keinginan Jokowi untuk Lepas dari Bayang-Bayang Dolar AS tak Sederhana

 Pekerja sedang menghitung mata uang dolar di money change. ilustrasi
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Pekerja sedang menghitung mata uang dolar di money change. ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Permintaan Presiden Jokowi agar nilai tukar rupiah tak dilawankan dengan dolar AS memiliki arti ekonomis yang dalam. Kepala Departemen Kebijakan dan Moneter Bank Indonesia (BI) Juda Agung menjelaskan, hingga saat ini perbandingan kurs rupiah selalu dilakukan dengan semua negara termasuk dolar AS, yuan, yen, dan euro untuk negara-negara Eropa.

Terkait dengan acuan perdagangan yang selama ini masih menggunakan dolar AS, Juda menjelaskan,  bisa saja kedua negara yang terlibat kemitraan dagang menggunakan mata uang dari masing-masing negara. Skema penggunaan nilai tukar dari mitra dagang tertuang dalam Billateral Currency Swap Agreement (BSCA). Kebijakan ini, menurutnya, butuh persiapan infrastruktur perbankan yang matang dari kedua negara.

"Mitra dagang kita dan pesaing kita masukkan menghitung apakah nilai tukar kita masih kompetitif atau tidak. Jadi yang namanya real efective exchange rate, itu adalah sekumpulan mata uang yang mempunyai bobot sesuai dengan perdagangan kita dengan negara itu. In practice kita tidak bisa melihat satu mata uang, kita melihat banyak mata uang," kata Juda, Selasa (6/12).

Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita menilai, penyesuaian kurs rupiah yang mengacu pada dolar AS sebetulnya tidak selamanya merugikan. Dilihat dari sisi perdagangan internasional, lanjut dia, pelemahan rupiah terhadap dolar AS justru menguntungkan eksportir. Enggar menilai, secara umum perdagangan Indonesia masih stabil dengan acuan mata uang dolar AS.

"Penyesuaian kurs itu seluruh dunia. Hampir semuanya, meningkatnya (mengacu) nilai dolar AS. Jadi jangan diartikan bahwa rupiah kita yang tajam melemah dengan dolar AS. Dalam posisi seperti ini eksportir senang," katanya.

Baca juga:   Jokowi: Kurs Rupiah Diukur Yuan Cina Lebih Relevan Dibanding Dolar AS

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement