Senin 14 Nov 2016 03:43 WIB

Analis: Ketakutan akan Trump Kurang Baik bagi Ekonomi Makro

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Hazliansyah
Pengunjuk rasa berkumpul di luar Gedung Putih setelah presiden terpilih Donald Trump bertemu dengan Barack Obama.
Foto: Reuters
Pengunjuk rasa berkumpul di luar Gedung Putih setelah presiden terpilih Donald Trump bertemu dengan Barack Obama.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta meredam analisis-analisis yang berkaitan dengan efek Trump terhadap ekonomi dunia. Alasannya, ketakutan yang timbul justru hanya akan memicu pelemahan lanjutan.

Analis Indosurya Securities ‎William Surya Wijaya meyakini bahwa fundamental ekonomi nasional masih dalam taraf yang sehat.

"Jadi kalau ada analisis-analisis soal Trump itu sebaiknya dikurangi. Agar kita tidak dibiasakan oleh ketakutan yang berlebihan dan membuat efek yang kurang baik terhadap kondisi makro kita," ujar William, Ahad (13/11).

William juga memproyeksikan, pekan depan rupiah menawarkan suatu optimisme. Menurutnya, nilai tukar rupiah bisa merangkak membaik di level Rp 13.300 - 13.400 per dolar AS.

William beralasan, pengumuman Badan Pusat Statistik (BPS) tentang kinerja ekspor-impor bisa saja memberikan pengaruh terhadap penguatan rupiah. Artinya, apabila neraca perdagangan kembali surplus seperti sebelumnya, maka peluang penguatan rupiah akan semakin besar.

Hal ini, lanjutnya, tentu lepas dari rekasi pasar atas terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden AS dalam pemilihan pekan lalu.

"Kalau misalnya surplus, dan itu tinggi, itu bisa membantu rupiah ke sentimen yang positif. Sebetulnya fundamentalnya masih cukup stabil dan fluktuasinya juga wajar," katanya.

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement