Rabu 09 Nov 2016 17:23 WIB

Dampak Negatif Trump Menang ke Ekonomi Indonesia Diproyeksi Meluas

Rep: Idealisa Masyrafina/ Red: Nur Aini
Presiden terpilih Donald Trump mengepal tinjunya selama malam kampanye pemilu di New York, Rabu  (9/11).
Foto: AP/Evan Vucci
Presiden terpilih Donald Trump mengepal tinjunya selama malam kampanye pemilu di New York, Rabu (9/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS dinilai akan berdampak pada ekonomi Indonesia secara luas. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada penutupan perdagangan Rabu (9/11) ini berada di level 5.414,32, turun 56,36 poin atau setara 1,03 persen. Sedangkan rupiah ditutup melemah di level Rp 13.127 per dolar AS.

Analis dari Samuel Aset Management, Lana Soelistianingsih mengatakan, pasar keuangan global lebih mendukung ke Hillary Clinton karena memiliki pendukung lebih besar di New York, di mana di sana ada Wall Street. Kemenangan Trump yang tidak sesuai ekspektasi pasar ini dinilai akan memberi sentimen negatif ke pasar keuangan global. Untuk di Indonesia, dampaknya tidak hanya ke nilai tukar rupiah tapi juga terhadap perekonomian nasional secara luas.

Menurut Lana, Bank Indonesia harus mewaspadai laju rupiah dan jangan sampai melewati batas amannya yaitu Rp 13.280 per dolar AS. "Kalau secara teknikal, rupiah di angka Rp 13.280 itu masih oke. Akan tetapi, jika melewati angka tersebut harus ada kehati-hatian. Jadi potensinya akan mengkhawatirkan," ujar Lana di Jakarta, Rabu (9/11).

Untuk itu, Bank Indonesia harus terus waspada. Dana cadangan devisa (cadev) yang per akhir Oktober 115 miliar dolar AS bisa didorong untuk menstabilkan pasar.  "Karena jika secara psikologis (kurs Rp 13.280) akan cukup mengganggu. Yang tadinya anteng tidak beli dolar AS, orang malah pada beli," kata Lana. (Baca juga: Kurs Rupiah Turun Merespons Kemenangan Donald Trump)

Lana berharap, BI akan menjaga kurs rupiah di level psikologis yang tidak berbahaya. Kalaupun terjadi pelemahan, ia nilai hanya akan terjadi dalam jangka pendek. Selain peran otoritas moneter, ia berharap laju mata uang dolar AS diharapkan juga mengalami penurunan. Seperti kondisi saat ini, di mana dolar AS melemah, tidak seperti Pilpres AS sebelumnya yang mengalami penguatan. "Ini aneh juga, biasanya dolar AS menguat, sekarang melemah. Jadi arus aset agak membingungkan. Kita lihat dulu, koreksinya seperti Brexit ya, nggak lama," ujarnya.

Pelemahan IHSG hari ini, menurutnya juga hanya merupakan kejutan jangka pendek. Namun, ia menilai tetap perlu kehati-hatian yang tinggi. "Mungkin juga kalau untuk kita, IHSG ke 5.200 itu sudah menjadi daya tarik. Sehingga diharapkan, investor lokal ambil posisi," katanya. (Baca juga: Trump Menang Pukul Indeks Harga Saham Gabungan)

Kendati begitu, dengan adanya sentimen tersebut, jika investor asing terus melepas sahamnya maka akan berdampak negatif ke IHSG. "Mungkin level terendah bisa ke 4.800. Itu secara teknikal ya. Tapi mudah-mudahan bisa segera swing back untuk balik lagi (beli saham) karena cukup murah," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement