Rabu 02 Nov 2016 05:06 WIB

PLN Tegaskan Proyek Listrik 35 Ribu MW Sesuai Target

Rep: Frederikus Bata/ Red: Nur Aini
Presiden Jokowi meresmikan proyek listrik 35 ribu MW.
Foto: Antara
Presiden Jokowi meresmikan proyek listrik 35 ribu MW.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- PT Perusahaan Listrik Negara memberikan penjelasan terkait progres pembangunan pembangkit listrik 35 ribu megawatt (MW). Hal itu untuk menanggapi data yang diterima Presiden Joko Widodo terkait pembangunan proyek listrik tersebut.

Dalam rapat terbatas di Istana Negara, Presiden Joko Widodo menyebut proyek listrik 35 ribu MW tidak sesuai target. Presiden menerima informasi bahwa realisasi commercial operational date (COD) program pembangunan listrik 35 ribu MW baru mencapai 36 persen dari target kumulatif pada 2016.

Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, I Made Suprateka menerangkan proyek ini terbagi dalam tiga kelompok, yakni PLTU, PLTA, dan PLTDG. Untuk PLTU, kata Made, tiga tahun ke depan akan rampung. Sehingga dalam rentang waktu itu baru bisa dilihat realisasi commercial of date (COD). "Kalau bulan April kemarin saat dicanangkan langsung kita bangun misalnya, selesainya kan 2018. Apa wajar kita mengukur COD sekarang, kan tidak," ujar Made kepada Republika.co.id, Selasa (11/1).

Kemudian PLTA, kata dia, pembangunannya membutuhkan waktu empat tahun. Ia menilai yang dimaksud Presiden Joko widodo bukan COD, tapi realisasi biaya.  "Ada yang baru ngurus izin, pembebasan lahan, sampai konstruksi. Dari semua itu sampai sekarang ini, baru satu tahun tiga bulan sudah mencapai 36 persen, mungkin yang dimaksud Pak Jokowi itu. Jadi bukan COD," tutur Made.

Selanjutnya PLTDG, kata Made hanya dibangun di daerah terpencil yang ditarik kabel listriknya. Sehingga menggunakan bahan bakar solar membutuhkan biaya besar. "Misalnya Nias, yang diutaranya Pulau Natuna, itu pakeai diesel, atau di pegunungan Arfak di Papua," ujar Made.

Pada intinya, soal progres, PLN, kata Made bukan mengukur dari jumlah pembangkit yang sudah dibangun, tapi dari ukuran megawatt. Ia merincikan yang sudah memasuki tahap persiapan tapi belum ditender, tersisa 7010 MW. "Tinggal 19 persen" ujarnya.

Kemudian yang sudah masuk pengadaan, dari April 2015, hingga Oktober 2016, sudah 10.974 MW. Selanjutnya yang telah memperoleh power purchase agreement (PPA), tetapi belum memulai konstruksi, sudah 8.541 MW.

Kemudian yang sudah COD, sekitar 400,5 MW. "Jadi tahapannya, perencanaan, pengadaaan, tender, setelah penandatangan PPA, masuk masa konstruksi, ya sudah tunggu sampai 2019 atau 2020, baru ada COD," tutur Made.

Terkait pengunaan energi baru  terbarukan, menurut dia sudah ada dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL). Dalam RUPTL tersebut dicantumkan target pada 2025, penggunaan EBT 23 persen dari total semua pembangkit listik di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement