REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani menjadi sosok spesial dalam pertemuan tahunan Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) pekan lalu di Washington DC, Amerika Serikat. Sri hadir sebagai Ketua Komite Pembangunan atau Development Committtee (DC) bagi organisasi setingkat menteri yang memiliki fokus pada pembahasan terkait pembangunan, pengentasan kemiskinan, dan pembukaan lapangan kerja.
Kehadiran Sri dalam ajang tahunan ini menjadi spesial mengingat ini pertama kalinya setelah selama 70 tahun berdiri, Komite Pembangunan Bank Dunia-IMF dimpimpin oleh seorang perempuan. "Ini pertama kalinya setelah 70 tahun berdiri, dipimpin oleh seorang perempuan, yakni saya," ujar Sri dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Rabu (11/10).
Sri menjelaskan, dalam pertemuan tahunan kali ini Komite Pembangunan memiliki fokus untuk mendukung 189 negara anggotanya untuk melakukan sinergi dalam kebijakan ekonomi di bidang moneter, fiskal, dan reformasi struktural dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja,
"Hal ini karena dalam pertemuan saat ini kembali lagi terulang assement bahwa kondisi ekonomi tahun ini dan tahun depan masih hadapi tantangan dalam bentuk pelemahan ekonomi. Dan mereka melihat kebijakan moneter sudah maksimal makanya perlu dukungan kebijakan struktural," ujar Sri.
Terlebih, pertemuan pekan lalu diwarnai dengan pembahasan atas langkah lanjutan dalam penanganan bencana badai Matthew yang menerpa Haiti. Komite Pembangunan, lanjut Sri, juga akan fokus dalam pembiayaan bagi pengungsi dan imigran.
"Kita tahu Badai Matthew hingga korban mendekati 1.000 orang. Sehingga kami juga bahas pembiayaan untuk negara berkembang untuk hadapi climate change (perubahan iklim)," ujarnya.
Bank Dunia dan IMF juga merumuskan pendanaan infrastruktur bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Fokus Komite Pembangunan ini adalah negara-negara berkembang dengan pendapatan perkapitan di bawah 1.200 dolar AS.
"Bagaimana mencipatkan tambahan para donatur utnuk bantu negara dengan pendapatan rendah yang hadapi berbagai persoalan, apakah masalah kekeringan, masalah konflik, atau demografi," katanya.