REPUBLIKA.CO.ID, KUTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mewajibkan lembaga jasa keuangan (LJK) membentuk unit literasi keuangan agar upaya edukasi dan peningkatan pemahaman masyarakat lebih terarah dan berkelanjutan.
"Sekarang ini yang melakukan literasi itu tidak jelas koordinasinya bisa orang konsep, humas, produk, marketing atau AO (account officer). Kami akan atur ada satu tempat yang terkoordinasi yaitu unit literasi," kata Kepala Departemen Literasi dan Inklusi Keuangan OJK, Agus Sugiarto di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, Selasa (11/10).
Menurut dia, bagi LJK yang memiliki aset besar, diimbau membentuk unit literasi keuangan sedangkan bagi LJK yang beraset dan modal kecil diperbolehkan membentuk fungsi literasi keuangan. Nantinya aturan terkait pembentukan unit tersebut akan diatur dalam peraturan OJK menyangkut peningkatan inklusi keuangan di sektor jasa keuangan untuk konsumen dan masyarakat yang saat ini masih dalam rancangan.
Dia menyarankan biaya pembentukan unit atau fungsi literasi keuangan itu bisa dianggarkan dari biaya bank atau tanggungjawab sosial perusahaan atau CSR. Agus lebih lanjut menerangkan dalam unit itu dijabarkan penyusunan program literasi untuk masyarakat sebagai salah satu konsekuensinya.
"OJK ini mengawasi kurang lebih 2.977 lembaga keuangan. Kalau setiap lembaga jasa keuangan membuat minimal satu kegiatan literasi, maka setiap tahun kita punya tiga ribu kegiatan literasi, membantu masyarakat pintar dan melek keuangan," tuturnya.
Dengan adanya peningkatan literasi keuangan kepada masyarakat yang lebih terarah dan berkelanjutan melalui unit atau fungsi tersebut maka diharapkan masyarakat tidak mudah tergiur investasi bodong dan praktik tidak bertanggungjawab lainnya.
Agus memaparkan bahwa ketentuan mengenai literasi dan inklusi keuangan itu meliputi prinsip pelaksanaan edukasi keuangan. Selain itu juga penyusunan materi edukasi keuangan pelaksanaan edukasi keuangan, pedoman pelaksanaan kegiatan dalam rangka meningkatkan literasi keuangan dan pelaporan.